Memasuki tahun 2013, tenaga kesehatan wajib menjalani Uji Kompetensi semoga sanggup Surat Tanda Registrasi (STR). Apa bila tanpa STR, bisa dianggap ilegal melaksanakan praktek klinik di Pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan final kuliah di bawah tahun 2012, mengalami pemutihan, sanggup STR tanpa ujian.
STR ditelorkan oleh Pemerintah dengan tujuan meningkatkan kualitas dan kompetensi dalam rangka melindungi masyarakat. Tidak saja Perawat, seluruh tenaga kesehatan yang ada di Indonesia wajib mempunyai STR. Kepastian peraturan itu, tertuang dalam PERMENKES RI NO. 1796/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.
Selain tujuan tertulis, penulis beropini Peraturan ini lahir sebagai tameng untuk menangkis lulusan STIKes yang menjamur kolam cendawan tumbuh sesudah hujan. Tidak ada jaminan lulusan tersebut mempunyai kompetensi yang bagus.
Di postingan ini, penulis mengerucutkan khusus tenaga Perawat. Bahwa, tiap tahun Tamatan Akper/ STIKes baik negri maupun swasta di Indonesia sebanyak 26.928 orang. Dan, masih tidak ada jaminan tamatan ribuan tersebut mempunyai kompetensi standar nasional.
Memang tidak semuanya diserap oleh bursa kerja, penuturan Sekjen PPNI, Harif Fadhillah pada wartawan Kompas (2011), bahwa hanya 4-10 persen dari 26.928 orang yang sanggup pekerjaan, baik di instansi pemerintah, maupun swasta. Sisanya menguap entah kemana?
Bagi yang belum sanggup pekerjaan, dan yang akan tamat, bila ingin jadi Perawat yang kompeten harus ikuti uji kompetensi yang diselenggarakan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI). MTKI mempunyai kewenangan penuh mengeluarkan sertifikat, dan apabila punya akta kompetensi, maka berhak mendapat STR.
STR ini penting, selain keharusan sebagai warga negara taat hukum, juga penting untuk syarat melamar kerja, tanpa STR, pihak Klinik atau Rumah Sakit tidak dibenarkan merekrut.
STR berlaku 5 tahun, sesudah masa habis, wajib diperpanjang. Syarat memperpanjang STR ini terasa memberatkan. Perawat harus mengumpulkan Satuan Kredit Profesi (SKP) minimal 25 SKP selama 5 tahun. SKP didapatkan melalui pelatihan, seminar, workshop dan acara ilmiah. Nilai SKP ditentukan oleh organisasi profesi.
Kurang enam tahun jadi Perawat (2007-2013), saya hanya bisa mengumpulkan nilai 7 SKP, angka tersebut saya dapatkan dari training Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) dengan nilai 3, dan ditambah 2 pada Pertemuan Ilmiah Tahunan HIPKABI. Dan, 2 SKP lagi saya dapatkan pada Seminar bertajuk " Uji Kompetensi bagi Perawat" yang diadakan alumni di bekas kampus.
Mengikuti seminar,pelatihan dan temu ilmiah yang bisa menghasilkan nilai SKP bukan saya tidak mau. Malahan senang, ilmu terupdate, sahabat bertambah dan wawasan juga semakin luas. Tapi, biaya mengikuti acara yang dimaksud, mahalnya tidak mengecewakan ampun. Sebut saja training BTCLS, kisaran biaya registrasi 4-6 juta, belum termasuk fasilitas dan transportasi. Begitu juga dengan training yang lain, mahal.
Untuk memenuhi syarat perpanjangan STR ini, saya pribadi merasa keberatan. Bagaimana dengan Perawat honorer, tentu mereka berfikir seribu kali untuk ikut, honor saja tidak cukup untuk makan.
Yang jadi pertanyaan mendasar, Apakah tanpa STR Perawat dikatakan tidak mempunyai kompetensi atau berkompeten? Merunut dari pengertian Uji kompetensi dalam Bab 1, pasal 1, ayat 3, Uji Kompetensi ialah suatu proses untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan perilaku tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesi. Jika hanya mengukur pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku rasanya tidak perlu dipaksakan harus mengumpulkan 25 SKP. Banyak cara untuk belajar, tidak mutlak harus pelatihan,atau temu ilmiah,dll.
Jika hanya untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap. MTKI cukup dengan serangkaian tes/uji saja, baik ujian tulis, maupun ujian praktek dan wawancara.
Berhubung Permenkes No. 1796 gres mulai dijalankan, hendaknya segenap organisasi profesi, terutama PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) menyelenggarakan acara ilmiah yang murah dan gampang bagi anggota semoga kuota SKP terpenuhi. Jika tidak, secara tidak eksklusif Perawat (tidak) berkompeten telah tersingkir dari profesinya.
Pelatihan Pencerahan Suara Hati, Dapat Sertifikat tanpa nilai SKP. (2013) |
Salam,
Anton Wijaya
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK%20No.%201796%20ttg%20Registrasi%20Tenaga%20Kesehatan.pdf
http://regional.kompas.com/read/2011/12/03/03301290/Lulusan.Perawat.Hanya.Terserap.4-10.Persen
Sumber https://medianers.blogspot.com/
0 Response to "Tenaga Kesehatan (Tidak) Kompeten Tersingkir Oleh Permenkes No. 1796"
Posting Komentar