Senin, 15/10/2012, Unjuk rasa Perawat di beberapa daerah, biar disahkanya RUU Keperawatan, kurang sanggup perhatian dari Media`televisi. Meskipun ada, durasinya sebentar, di Kabar petang TV one. Tidak saya tampik, bahwa Portal Online ada meliput, begitu juga di jejaring sosial. Seperti: Twitter dan Facebook.
Saya yakin, isu unjuk rasa Perawat tidak seluruh rakyat Indonesia mengetahui. 'Opini pribadi', kebanyakan masyarakat bangsa ini cendrung menonton daripada membaca.
Demonstrasi Perawat, berlalu begitu saja. Bandingkan dengan perkara penganiayaan wartawan di Pekan Baru, Selasa, (16/10/2012). Tiap sebentar beritanya menghiasi layar kaca, baik pagi,siang maupun malam.
Lihat saja perkara Cicak vs Buaya jilid I dan II, berhari-hari beritanya dibahas. Didatangkan pengamat, andal hukum, peneliti, dosen andal dan profesional. Sebagai epilog manis, digiring pembahasanya ke program Indonesia Lawyers Club. Akhirnya, Presiden harus konfrensi pers untuk menyatakan perilaku biar isu menjadi tenang. Sungguh luar biasa sorotan publik akan 'permasalahan' tersebut.
Apalagi, perkara century, penggelapan pajak, selalu sanggup perhatian penuh.
Media Televisi, sangat besar pengaruhnya. Jika sempat mengemas suatu fenomena menjadi berita. Akan menarik perhatian rakyat Indonesia. Presiden, DPR, dan lain-lain akan menuangkan pikiranya untuk topik yang diangkat oleh televisi tersebut.
Lalu, apa hubunganya dengan Unjuk rasa Perawat?
Unjuk rasa yang dilakukan Perawat sebenarnya, supaya menerima perhatian dari Badan Legislatif dan Eksekutif. Aksi itu dicuatkan ke publik, biar ada tekanan kepada dewan perwakilan rakyat RI untuk bekerja cepat.
Ratusan/ribuan massa dikerahkan, merupakan sebuah arahan ketidakpuasaan akan kinerja suatu lembaga. Namun, belum juga menerima perhatian penuh. Tentu muncul sebuah opini lagi. Kasihan Perawat, keluhannya tak dihiraukan, hilang dari peredaran. Sebaiknya Perawat, andal mendengar keluhan pasien saja di Rumah Sakit. Bikin aib saja berdemo, karena tidak dihiraukan.
Apa sebetulnya yang diharapkan Perawat?
Perawat yang diwadahi PPNI, sebetulnya ingin di perhatikan oleh Pemerintah dan DPR. Seperti, guru, TNI/Polri yang telah menikmati uang sertifikasi dan remunerasi.
Seandainya, tuntutan Perawat disahkan menjadi Undang-Undang. Perawat akan dihadadapkan pada ujian Kompetensi, sebagaimana yang termaktub dalam BAB IV, Pasal 11, draf RUU Keperawatan perihal Konsil Keperawatan Indonesia. Bak kata orang Minang Kabau, 'jariah manantang buliah' ( Jalani Kewajiban, terima hak), maka Perawat yang lolos ujian Kompetensi juga akan mendapatkan hak, sebagaimana diatur dalam draf Pasal 47, ayat 7, BAB VII perihal Registrasi dan Lisensi Perawat.
Di artikel yang lalu, saya telah membahas perihal kewenangan Perawat dilahan praktek, sungguh membingungkan, baca saja artikel berjudul Perawat, korban tarik ulur kepentingan.
Salah satu indikasi Perawat unjuk rasa adalah, terkait kejelasan wewenang Perawat dimata hukum. Bukan tarik ulur kepentingan. Saat dibutuhkan, Perawat boleh melakukan, disituasi lain Perawat terancam dipenjarakan, kalau melaksanakan tindakan yang sama.
****
Sempat penulis berpikir, seandainya Perawat seluruh Indonesia mogok kerja, menyerupai buruh, alasannya ialah tuntutanya tak dihiraukan. Apa yang akan terjadi di Puskesmas dan Rumah Sakit? Pastinya heboh, pemberitaan di media massa.
Petinggi PPNI dan pengamat ilmu Keperawatan akan di undang oleh TV One dan Metro TV, akhir agresi nekat Perawat Indonesia tersebut. Karni Ilyas selama 40 tahun jadi jurnalis (2012), tentunya akan bahagia mengundang perwakilan Perawat ke program Indonesia Lawyers club, yang dihadiri juga oleh anggota DPR, pengamat hukum, Kemenkes, dll.
sumber: google image |
Akhirnya, dunia akan berkata, Ouw ! ternyata itu yang diharapkan Perawat (PPNI ?).
Wallahu A'lam.
Kesalahan milik penulis, kebenaran milik Allah, S.W.T.
0 Response to "Apa Kata Dunia, Kalau Perawat Indonesia Mogok Kerja"
Posting Komentar