Dokter Puskesmas Sungai geringging merujuk ipar dari abang pria saya ke RSUD Pariaman. Karena, Iparnya tersebut, mengalami perdarahan pervaginam. Sebut saja inisialnya N.
N hamil semenjak 3 bulan yang lalu, dan mulai mencicipi darah mengalir lewat kemaluan, kurang lebih semenjak 9 jam yang lewat.
Kakak saya. Mengajak, untuk menemani beliau ke RSUD Pariaman. Alasanya, beliau tidak mengerti mekanisme berobat di Rumah Sakit, begitu juga dengan suami N. Kata mereka, berobat ke Rumah Sakit itu susah. Berhubung aku bekerja di Rumah Sakit pula, bukan di RSUD Pariaman. Maka, mereka beranggapan aku sanggup mempermudah urusanya nanti.
Sekitar pukul 12.00 Wib, 26/7/2012, kami hingga di IGD RSUD Pariaman. Tepat didepan pintu IGD, N dibantu suaminya turun dari mobil. N masih berpengaruh berjalan, di ruang triase, N dipersilahkan duduk oleh dokter jaga.
Saya amati dari luar, beberapa saat, suami N memberi isyarat biar aku masuk ke dalam. Dokter jaga yang tidak aku ketahui namanya, lantaran tidak punya tanda pengenal, menjelaskan bahwa kasus yang dialami N ditangani di Poliklinik saja. Makara kami diminta membawa N mendaftar ke Poliklinik.
Saya tanya. Sekarang sudah jam 12.00 wib apa masih sanggup mendaftar di Poliklinik? Dokter tersebut menjawab masih bisa. Dia menambahkan, lebih cepat penangananya di poliklinik, lantaran dokter kebidanan sedang berada disana. Kalau disini, aku konsul dulu ke dokter Kebidanan dan ibuk ini (N) harus menunggu pula.
Pernyataan dokter jaga tersebut, di restui oleh perawat yang sedang bangun disampingnya.
Sambil menuju Poliklinik, aku photo gerbang masuk IGD dan Loket registrasi Poliklinik. Sebab, aku kagum. Bangunan RSUD Pariaman termasuk dalam kategori rancak.
IGD RSUD Pariaman |
Sebelah kanan, dari arah pintu masuk Poliklinik, aku bertanya pada petugas baju batik, masih muda dan cantik. Sepertinya, petugas khusus pemberi informasi ihwal pelayanan poliklinik. Dia memberi instruksi dengan mengarahkan tangan ihwal loket yang harus aku kunjungi.
Kelihatan N sangat lelah. N dan suaminya, menentukan duduk dikursi yang memang disediakan untuk pengunjung. Dan, aku menghampiri loket registrasi sesuai petunjuk petugas yang berbaju batik tadi.
Kata petugas loket, Pendaftaran sudah tutup dan loket registrasi kembali mendapatkan pasien esok hari. Saya jawab, tadi aku sudah dari IGD dan kami disuruh mendaftar kesini, lantaran penanganan lebih cepat disini kata petugas IGD. Lalu, petugas loket menyarankan, biar kami kembali lagi ke IGD.
Loket Pendaftaran Poliklinik RSUD Pariaman |
Saya sempat kesal dan galau dengan ulah petugas yang mengakibatkan pasien perdarahan pervaginam dijadikan bola pingpong. Benar yang dikatakan keluarga aku sebelum berangkat tadi, berurusan dengan Rumah Sakit susah.
Saya datangi N dan suaminya. Maaf ni / da kita terpaksa kembali lagi ke IGD, pelayanan poliklinik sudah tutup.
Saya tau N sangat lelah dengan kondisi yang tidak terang tersebut, apalagi kelelahan dipicu perdarahan. Dan, suaminya seorang Tuangku (Ustad) hanya menggeleng-geleng kepala, lantaran bingung. Mungkin dalam hati ia berkata, Beginikah susahnya berobat?
Saat menuju IGD , untung senior waktu di Akper menelpon. Sudah hingga di IGD nton? Senior aku itu, bekerja di RSUD Pariaman. Saya jawab, sudah kak. Seketika, beliau muncul dibalik gang Poliklinik.
Saya berucap dalam hati, Alhamdulillah. Mudah-mudahan Kak Al sanggup membantu. Saya ceritakan apa yang terjadi. Lalu beliau tersenyum, dan beliau berkata tunggu disini dulu, biar kak tanya ke IGD. Tidak begitu lama, Kal Al kembali memanggil, Ayo masuk dan N disuruh masuk kedalam ruang pemeriksaan.
Berhubung N dan Suaminya berada didalam ruang pemeriksaan. Maka aku yang mengurus di meja resepsionis. Petugas yang ada disana gres menayakan, mana surat rujukanya? kemudian menyuruh aku menebus resep, pregnancy test (tes kehamilan).
Saat berada diluar, aku tanya pada kak Al. Kok pasien N tidak ditangani langsung di IGD tadi kak, kenapa harus ke poliklinik dulu? Dia Jawab, nanti pasien dengan kasus poliklinik banyak yang berobat ke IGD nton, makanya pasien N tadi disuruh ke poliklinik. Saya balas, Apakah pasien perdarahan pervaginam tidak termasuk kasus emergency? dan seharusnya Dokter dan Perawat yang ada di IGD tadi tau jam berapa registrasi di poliklinik tutup. Kak Al hanya senyum. Sepertinya, sulit menjelaskan dan dari sorotan matanya, menunjukkan isyarat kepada saya. Bahwa, jangan di tiru pelayanan menyerupai itu.
Saya balas senyumanya dan pamit pergi ke Apotik.
Pregnancy test dan surat tumpuan aku serahkan pada Perawat. Dan, Perawat memberi resep lagi untuk ditebus ke Apotik. Dalam resep tersebut, aku lihat permintaanya, beberapa botol cairan infus, abbocath, infus set, spuit dan obat injeksi.
Apotik Pelengkap RSUD Pariaman |
Kertas resep tersebut aku serahkan pada suami N. Lalu Suami N menebus ke Apotik. Sambil menunggu, aku duduk dilantai depan IGD, lantaran capek bolak balik. Tidak berapa lama, Suami N balik lagi ke IGD. Katanya, resep ini tidak sanggup ditebus dengan Askes, coba tanyakan kesitu nton, Kenapa tidak bisa? N mempunyai kartu Askes, ia PNS di KUA.
Setelah kami penjelasan ke Loket untuk ACC resep Askes, ternyata memang tidak bisa. Alasanya, N hamil ketiga, jadi tidak ditanggung. Ketika aku tanya. Ini kan kasusnya tidak melahirkan ? tapi perdarahan, kenapa tidak ditanggung? kalau melahirkan yang ke tiga okelah. Rupanya petugas tersebut bergeming, kemudian galau dan tak sanggup menjelaskan. Saya disuruh ke sebrang jalan, konsultasi ke Kantor Askes.
Tidak menerima tanggapan yang memuaskan, aku pergi ke Kantor Askes tersebut. Ternyata benar, tidak ditanggung. Pengguna Askes tidak menerima klaim asuransi kalau hamil yang ke tiga, termasuk perdarahan atau abortus disaat hamil.
Sebelum mengklarifikasi ke kantor Askes, Tuangku sempat basitegang (Adu mulut) dengan petugas loket. Karena, tidak sanggup informasi yang memuaskan.
Saya berusaha menenangkan Tuangku dan mengajaknya untuk menebus obat. Resep aku serahkan pada petugas Apotik pelengkap. Setelah dibaca, aku disuruh ke Apotik satu lagi. Apotik yang ada dibelakang. Alasanya, cairan infus tidak tersedia di Apotik pelengkap.
Tuangku terpaksa sabar, juga saya. Alur pelayanan RSUD Pariaman berbelit-belit. Seperti, mencari ketiak ular.
Di Apotik belakang, aku baca ada goresan pena 'gudang farmasi'. Lalu aku serahkan kertas resep. Dan petugas tersebut menunjukkan kantong plastik berisi beberapa botol cairan infus. Serta mengembalikan copyan resep.
Kemudian, menyuruh kami kembali ke Apotik pertama yang di kunjungi tadi, untuk menebus beberapa resep lagi yang tidak ada di gudang farmasi tersebut.
Saya menoleh ke arah Tuangku, dan Tuangku kelihatan kesal,capek dan cemas. Sedangkan aku merasa malu, tidak sanggup mempermudah urusan, menyerupai yang ia harapkan.
Kenapa Rumah Sakit sebagus ini tidak menyediakan apotik komplemen di IGD? biar setiap pasien IGD lebih gampang dan cepat mendaptkan pelayanan. Gumam aku dalam hati. Kemudian, kalau di Apotik komplemen tidak ada resep yang diorder sesuai resep dokter. Seharusnya, petugas apotik tersebut yang menjemput ke Gudang Farmasi, bukan keluarga pasien yang bolak balik.
Ketika pelayanan Dokter, Perawat dan petugas Rumah Sakit dikritik seseorang. Biasanya, aku sangat tersinggung dan berapi-api membela, berusaha memberi alasan pembenaran untuk mempertahankan, bahwa petugas Rumah Sakit telah menunjukkan pelayanan maksimal. Tapi, hari ini tidak! saya terpaksa menulis, dari sudut pandang seorang keluarga pasien.
Obat-obat yang dibeli dari Apotik, kami serahkan pada petugas IGD. Dan, tidak begitu lama, N diantar ke Bangsal Kebidanan untuk dirawat. Saya ikut mengantar hingga depan pintu. Sekitar 30 menit berlalu, situasi sudah mulai tenang. Tuangku bersama N berada dalam ruang perawatan. Saya mohon pamit untuk pulang.
Diperjalanan menuju pulang. Kakak aku bertanya. Sudahkah pelayanan RSUD Pariaman memuaskan nton? saya menghela nafas panjang. Dan, menggangguk, kemudian menambahkan, tergantung siapa yang berobat dan siapa yang menilai.
0 Response to "Rsud Pariaman, Sudahkah Memuaskan?"
Posting Komentar