Anggap saja nama ibu itu Sitti. Menjelang operasi, Perawat anestesi minta derma aku mengadzankan anak Sitti yang akan lahir. Saya tanya. Mengapa harus aku yang mengadzankannya Uni?
Perawat Anestesi menjawab, "suami Sitti sedang berada di Malaysia, jadi ibu Sitti meminta derma uni mencari lelaki remaja islam yang bisa mengadzankan anaknya."
Saya tanya balik, "apakah sah aku yang mengadzankanya, alasannya yaitu bukan muhrim?" Uni pun menjawab,"sah atau tidaknya uni tidak tau,"katanya.
Berhubung, tidak ada pilihan lain, hasilnya aku bersedia. Operasi berlangsung, posisi aku dalam tim bedah, sebagai assisten. Mencuat lagi topik wacana adzan dengan Dokter (operator).
Pengalaman dia di Klinik pribadi bahwa, "ada seorang bapak berpenampilan muslim, berkopiah, mempunyai jenggot, celana panjang diatas mata kaki, memakai baju lengan panjang dan dalam.
Ia keberatan mengadzankan anaknya yang gres lahir. Alasan dia menolak, bahwa Nabi Muhammad tidak pernah mengadzankan anaknya, begitu juga dalam Al-Qur'an tidak ada perintah."
Saya membayangkan alangkah terkejutnya dokter yang menyuruh, apalagi mendengar balasan bapak itu. Pastinya.
Lha! 'ekpresi keheranan'. Benarkah ucapan si bapak itu pak? tanya saya. Dokter menjawab. Saya tidak tau persis syariatnya, selama ini anak yang gres lahir tetap diadzakan bapaknya. Kali pertama orang menolak yang pernah aku temui, ungkap dokter.
Tadi siang, (11/10/2012) aku ketemu seseorang yang sanggup dipercaya, dia pembimbing Rohani Islam (Egois) di Rumah Sakit.
Khotbah dia sering aku dengar di Mesjid. Namanya tidak ada bedanya dengan panggilan saya, namun warga Rumah Sakit memanggilnya Ustad. Sedangkan aku tidak pernah dipanggil ustad. Karena, tidak hebat agama islam.
Pertemuan itu, aku manfaatkan bertanya wacana problem adzan tempo hari. Uda Ustad ! Saya panggil dia. Langsung ke tujuan pokok. Apakah benar anak gres lahir tidak perlu diadzankan oleh bapaknya? Uda Ustad tanpa basa-basi menjawab. Anak gres lahir sebaiknya dilafaskan bunyi adzan ditelinga kanannya dan diiqomahkan di indera pendengaran kirinya.
Menyoal perlu atau tidaknya bayi diadzankan di indera pendengaran kanan dan diiqomahkan di indera pendengaran kiri, masih terdapat pro dan kontra oleh beberapa ulama, begitu juga riwayat hadis masih diperdebatkan ke shahihanya.
Meskipun begitu, aku menentukan untuk mengumandangkan adzan dan iqomah ditelinga bayi yang gres lahir. Putik insan itu, harus disuguhi lafas ayat suci ketika terpancar di dunia ini. Ungkap uda ustad.
Banyak hal ingin ditanyakan pada Uda Ustad, berhubung waktu dan daerah tidak tepat. Akhirnya aku browsing, memanfaatkan jasa mbah Google mencari jawaban.
Apakah sunnah rasul mewajibkan adzan pada indera pendengaran bayi gres lahir? Seandainya diwajibkan oleh agama islam, bolehkah selain ayah kandung dari bayi mengumandangkan adzan ditelinganya?
Banyak artikel beredar di internet mengupas seputar pertanyaan diatas. Salah satu kalimat dalam artikel blog, bahwa Abu Daud dan At-Tirmidzi menyatakan sahabat Rasulullah, Abu Rafi, berkata, ”Saya melihat Nabi shallallaahu’alaihi wa sallam meng-adzankan di indera pendengaran Hasan ketika ia dilahirkan oleh Fatimah radhiyallahu’anha. Nah, berdasarkan kalangan Hanafi, Syafi’i, dan Hambali hal ini merupakan sunnah (http://kmi-s.ppisendai.org/fiqh-mengadzani-anak/).
Masih dipostingan yang sama, pendapat diatas dibantah oleh Imam Malik. Pernyataan Abu Rafi dianggap sebagai perbuatan bid’ah. Bid’ah itu sendiri artinya yaitu membuat sesuatu yang belum pernah ada (Kamus al-Munawir, hlm. 65).
Kata bid‘ah hanya dipakai untuk menyebut perkara yang menyalahi sunnah Nabi. Dengan demikian, tidak ada bid‘ah yang terpuji atau baik. Kalimat yang tepat, riwayat yang disampaikan Abu Rafi, Daud dan At-Tirmidzi dianggap mengada-ada oleh Imam Malik.
Mengadzankan bayi ibu Sitti merupakan pengalaman pertama selama hidup ditempuh nyawa. Saat ini, usia kehamilan istri aku 36 minggu, insyaallah dalam hitungan hari ia akan melahirkan. Berbekal dari pengalaman, aku sangat ingin menyambut bayi kami dengan lafas adzan ditelinga kanan dan iqomah ditelinga kiri.
Seandainya aku adzankan, apakah tindakan tersebut tergolong bid’ah? dan bila tidak di adzankan apakah bayi aku akan binal, tersesat di rayu setan? Saya fakir ilmu , aku juga miskin referensi. Wallahu A'lam Bishawab. Salam fakir, mohon pencerahan.(Anton Wijaya) Sumber https://medianers.blogspot.com/
0 Response to "Mengadzankan Bayi Perbuatan Bid’Ah?"
Posting Komentar