Miris memang, mendengar kabar pasien pemegang Kartu Jakarta Sehat di tolak oleh 7 Rumah Sakit besar di Jakarta. Alasan penolakan, lantaran tidak ada tempat. Lebih miris lagi pasien yang ditolak jadinya meninggal. Memang hidup dan mati insan belakang layar Yang Maha Kuasa, tapi kalau meninggal pasien disebabkan lantaran tidak adanya dukungan dari pelayan kesehatan, rasa menyerupai ditampar muka saya selaku praktisi kesehatan.
Terlepas dari apapun alasannya, saya tidak berani memvonis siapa yang bersalah, namun kasus tersebut sebagai pelajaran berharga bagi saya, bahwa pentingnya menyelamatkan nyawa insan tanpa pandang bulu.
Jika ditelisik lagi, terngiang isu, bahwa kegiatan Kartu Jakarta Sehat belum berjalan sebagai mana mestinya, ada tunggakan, diduga pemprov Jakarta belum melunaskan klaim Rumah Sakit kawasan warga Jakarta berobat. Sehingga Rumah Sakit pelat merah enggan melayani pasien pengguna Kartu Jakarta Sehat.
Logikanya, dukungan pertama wajib dilakukan di IGD, kalau ada pasien yang gres masuk harus ditolong dulu, periksa gejala vital, cek laboratorium dan investigasi penunjang lainnya, pasang infus dan beri obat-obatan terkait penyakit pasien. Jika tidak ada kawasan rawat inap, maka petugas Rumah Sakit akan menjelaskan, dan dokter pun memberi pilihan pada keluarga pasien, Rumah Sakit mana yang di inginkan untuk berobat? Ketika di rujuk, juga didampingi oleh Perawat dan Supir Ambulance. Ingat, tidak eksklusif ditolak.
Saya tidak menyampaikan Rumah Sakit yang ada di Jakarta buruk pelayanannya, juga tidak menyampaikan di Rumah Sakit kawasan saya bekerja lebih anggun pelayanannya. Namun belum ada istilah pasien di tolak, tanpa diberikan dukungan pertama.
Terkait kasus di Jakarta, tampaknya ada hubungan sebab-akibat antara administrasi Rumah Sakit dengan Pemprov DKI. Saya pikir komunikasi yang tidak serasi antara pihak Rumah Sakit dengan pemprov DKI. Dan, tata kelola Kartu Jakarta sehat masih prematur, masih berproses menuju lebih baik, perencanaan dan anggarannya belum matang.
Di Payakumbuh (Sumatera Barat), kawasan saya mengabdi, Pemko Payakumbuh menggelontorkan dana Jamkesko (Jaminan Kesehatan Kota) untuk warganya sebanyak 2,352 miliar rupiah (2011). Terpakai selama januari-desember hanya 2,321 miliar rupiah, dana itu dinikmati oleh 3.123 orang warga Payakumbuh untuk berobat.
Melalui SK Wali Kota Nomor 17 Tahun 2012, warga Payakumbuh semakin di manjakan, anggaran Jamkesko dinaikan menjadi 3,78 miliar rupiah. Biasanya, biaya tindakan operasi tidak ditanggung. Sejak 2012, warga Payakumbuh yang berobat, baik di operasi di RSUD dr Adnaan WD, maupun di Rumah Sakit Rujukan RSAM Bukittinggi menerima jatah maksimal 10 juta rupiah.
Persyaratan untuk menerima pelayanan Jamkesko ini, juga terbilang murah, warga cukup membawa fotocopy KTP dan Kartu Keluarga, yang ditanggung hanya warga Kota Payakumbuh.
Adapun pelayanan yang diberikan/ dijamin Jamkesko sebagai berikut:
- Pelayanan Kesehatan Dasar di Puskesmas
- Pelayanan kesehatan referensi di RSUD. dr Adnaan WD dan Rumah Sakit Ahmad Mucktar (RSAM) Bukittinggi (rawat jalan dan rawat inap kelas III) apabila pindah kelas tidak berlaku.
- Pelayanan Kesehatan Rujukan Jiwa RSJ HB. Saanin Padang (rawat jalan dan rawat inap kelas III) apabila pindah kelas tidak berlaku.
- Pelayanan rawat inap di kemudahan referensi : ICU, Isolasi, High care, Peritanologi (tempat bayi dirawat). Biaya Pelayanan maksimal di tanggung sebesar Rp. 10.000.000,-
Alur Pelayanan Jamkesko/Dok: Dinkes Kota Payakumbuh |
Sepanjang Program Jamkesko ini digulirkan, belum ditemui hambatan yang berarti oleh pasien, terutama di tolak oleh Rumah Sakit yang ditujuk oleh pemko Payakumbuh sebagai kawan kegiatan Jamkesko.
Kembali ke Kartu Jakarta Sehat, Apakah Pemprov DKI menekan MoU dengan 7 Rumah Sakit yang menolak itu? Dan, Apakah Pemprov DKI telah melaksanakan sosialisasi pada warga DKI, bahwa Rumah Sakit yang ditunjuk sebagai kawan Kartu Jakarta sehat yaitu Rumah Sakit ini, dan Rumah Sakit itu sebagai kawasan rujukan. Atau, menyerupai apa alur pelayanan dari kartu Jakarta Sehat itu? sehingga warga DKI yang berobat tidak jadi bulan-bulanan saat berobat.
Kemudian, pelayanan apa saja yang didapat oleh warga pemegang Kartu Jakarta Sehat ini? harus terperinci hitam diatas putihnya, semoga warga DKI tidak diberi impian hampa oleh pemimpinnya (Jokowi-Ahok).
Saya pikir Jokowi-Ahok perlu menjelaskan duduk masalah wacana Kartu Jakarta Sehat ini, indikatornya harus jelas, sasaran yang di capai pun harus nyata, jangan asal bagi-bagi impian pada warga tidak mampu. Kasihan mereka, sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Jika Jokowi-Ahok kesulitan merumuskan prosedur kerja Kartu Jakarta Sehat. Ayo tiba ke Kota Payakumbuh untuk studi banding.
Salam Sehat,
Anton Wijaya.
Sumber https://medianers.blogspot.com/
0 Response to "Jokowi-Ahok Belajarlah Pada Kegiatan Jamkesko Payakumbuh"
Posting Komentar