Pariwisata Pariaman Akan Maju Jikalau Masyarakatnya Berbenah

Tahun 2004 saya pernah berkunjung ke Jogjakarta dalam rangka Study Tour. Bus yang mengantarkan saya tiba di alun-alun sekitar pukul 15.00 wib. Disana, banyak becak kayuh menunggu serta menunjukkan jasa tumpangan. 

Saat ditawari, jujur saja saya gundah mau kemana? Dosen sebagai kepala rombongan menghimbau," Saudara-saudara silahkan naik becak kayuh dan berkumpul lagi disini paling lambat pukul 18.00 wib. Disini aman, silahkan beli buah tangan atau sekedar melihat-lihat Jogja, tukang becak kayuh akan mengantarkan anda, dari pada kesasar. Ujar buk dosen.

Tukang becak menunjukkan ongkos Rp.5000 per kepala untuk tujuan "terserah" kebetulan kapasitas penumpang hanya 2 orang. Dan, saya pun naik  dengan salah seorang teman. Sebelum naik,  tukang becak mengatakan, " Ongkosnya 5000 rupiah aja perorang mas. Kemana saja akan saya antar, lihat-lihat baju batik, atau sentra buah tangan atau sekedar jalan-jalan kota Jogjakarta." Tuturnya meyakinkan kami.

Di perjalanan, saya bisik-bisik dengan salah seorang sahabat yang duduk disamping saya. Terkait merasa iba pada tukang becak, lantaran keringatnya mengucur deras dan nafasnya mengap-mengap mengayuh. Sesekali ia turun dan mendorong. Meskipun kesusahan, tukang becak tetap ramah menjelaskan wacana Jogjakarta, atau menjawab setiap pertanyaan yang kami ajukan. Saya dan sahabat pun setuju tidak akan memberi ongkos 5000 rupiah kepada tukang becak, tapi akan melipat-gandakan menjadi 100 persen. 

Setelah merasa cukup putar-putar dengan becak, tukang becak menuntun kami pada sentra buah tangan dan toko souvenir. Kami percaya saja menurut rekomendasinya, bahwa tempat kami berhenti ialah tempat yang cantik dan murah. Yah, kami dari awal sudah berniat akan membelanjakan uang. Sepertinya tukang becak bahagia melihat kami belanja. Dugaan saya, tukang becak akan mendapatkan fee dari toko tempat kami belanja, alasannya kami belanja di toko tersebut menurut tuntunan tukang becak. Walaupun tukang becak sanggup fee, saya pribadi tidak masalah, lantaran tukang becak telah menyampaikan pelayanan prima serta ongkos yang ia minta juga sangat murah dan toko souvenir dan sentra buah tangan juga menunjukkan harga yang wajar.

Akhirnya, kami berkumpul lagi di alun-alun, tukang becak sempurna waktu dan tukang becak kelihatan sumringah sehabis ongkosnya kami tambah. Saya juga merasa puas atas pelayanan tukang becak.
 saya pernah berkunjung ke Jogjakarta dalam rangka  Pariwisata Pariaman Akan Maju Jika Masyarakatnya Berbenah
Tanah Lot, Bali / Dok: pribadi
Menjelang tahun 2014 berakhir, saya ditugaskan mengikuti pembinaan endo-laparoskopi di Bitdec, Tabanan, Bali oleh instansi tempat saya bekerja, selama 5 hari kerja dalam 7 hari perjalanan dinas. Selesai masa pelatihan, teori dan praktek bedah endo-laparoskopi pada Babi, saya dan akseptor lainnya dibawa oleh panitia  jalan-jalan ke tanah lot, sebagai epilog pelatihan.

Di tanah lot, saya ditawari oleh fotografer amatiran untuk di photo eksklusif basuh cetak di tempat. Karena keramahan si photografer dalam menyampaikan warta seputar tanah lot, saya jadi tertarik dengan anjuran fotografer tersebut dengan bayaran Rp. 35.000 satu kali jepret, photo di beri frame menarik, sebagai kenangan untuk di bawa pulang.
Padahal, tanpa proteksi fotografer, bahu-membahu saya bisa mendokumentasikan dengan memakai kamera handphone menyerupai gambar di atas.

Di Bali, saya juga menyambangi pantai Kuta, Pantai Sanur, dan beberapa sentra oleh-oleh. Saya dan 6 orang sahabat lainnya, sengaja menyewa kendaraan beroda empat travel plus supir dengan harga Rp. 600.000,- selama 24 jam. Mobil rental yang kami tumpangi, supirnya sangat informatif, ia memahami seluk-beluk Bali, ramah dalam menjawab setiap pertanyaan yang kami ajukan. Uang 600 ribu rupiah tidak terasa mahal, lantaran kami patungan dan pelayanan serta panduan supir travel juga memuaskan.

Pariwisata Pariaman Akan Maju Jika Masyarakatnya Sudah Berubah

Apa yang saya saksikan dan rasakan di Jogjakarta dan Bali. Saya bandingkan dengan pesona alam yang ada di Sumatera Barat, maka wisata alam dan wisata pantai yang ada di Sumbar tidak kalah mentereng. Namun, 2 tempat yang saya sebutkan di atas unggul dari segi pelayanan. Masyarakat/ pelaku wisatanya yang berada di ujung tombak pelayanan,  ramah dan bisa menyampaikan warta yang memuaskan.

Juga masyarakatnya, di Bali saya tidak menemukan pengemis, pengamen, preman tukang palak di lokasi wisata. Artinya, dimanapun pengunjung berada tidak merasa terganggu, aman. Kata sahabat saya, " Jika sudah aman, maka rasa nyaman akan mengikut saja."

Minggu kemarin, (23/12) saya juga berkunjung ke Pulau Angso Duo, Pariaman. Saya mulai menemukan pelayanan kasatmata dari tukang bahtera mesin yang mengantarkan kami dari dermaga Gandoriah, ke Pulau Angso Duo, liputannya silahkan baca di Kunjungi Pulau Angso Duo Untuk Lepaskan Niat Terpendam.

 saya pernah berkunjung ke Jogjakarta dalam rangka  Pariwisata Pariaman Akan Maju Jika Masyarakatnya Berbenah
Pulau Angso Duo Pariaman / Medianers
Sebenarnya, pengunjung akan bersedia menghabiskan uangnya lantaran pelayanan pelaku wisata, bukan lantaran keindahan alamnya. Meskipun alamnya indah dan pulaunya menarik kalau tidak di dukung oleh masyarakat setempat, maka pengunjung akan jera untuk balik lagi. Hal tersebut alamiah, semua orang ingin dilayani bagaikan raja, sebagaimana pepatah bijak," Pembeli ialah raja." 

Demi tercapainya pelayanan prima di lokasi destinasi wisata Pariaman, sudah saatnya pelaku wisata dan masyarakat Pariaman berbenah. Menjual pelayanan memuaskan pada wisatawan, pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam pembangunan. Masyarakat setempatlah yang akan menjaga dan memberi gambaran kasatmata pada pengunjung. Sesungguhnya, promosi yang cantik itu adalah, promosi verbal ke mulut. Jika salah satu, wisatawan kena tipu, baik dari sisi harga, atau warta yang tidak tepat. Niscaya ia akan merekomendasikan pada temannya yang lain, pariaman tidak layak di kunjungi. Preman, pengamen, pengemis dan lain-lain yang sanggup menjadikan terganggunya kenyamanan wisatawan sudah selayaknya diberantas oleh pihak berwenang yang benar-benar peduli akan tagar #AyokePariaman.(AntonWijaya)


Sumber https://medianers.blogspot.com/

Related Posts :

0 Response to "Pariwisata Pariaman Akan Maju Jikalau Masyarakatnya Berbenah"

Posting Komentar