Kisah Perawat Diremehkan Ketika Tuntut Honor Sesuai Ump


Ilustrasi by alana.io
Medianers, - Garangnya terik matahari, basahkan dada Sutan nan berbalut baju dinas warna putih, keringatnya mengucur deras lewat pori-pori. Meski langkah gontai, Sutan berusaha mengayunkan kaki menemui orang penting di tempat ia bekerja.

Dengan berat hati, Sutan mengajukan surat pengunduran diri dari pekerjaan yang ia dapatkan bulan lalu. Ia hanya sekali mendapatkan honor di klinik yang bertempat di kota Sala itu. Sebelum mengajukan surat pengunduran diri, Sutan meminta ke pimpinan klinik untuk menaikan honor pokok sesuai Upah Minimum Propinsi (UMP) serta meminta tunjangan berupa Jasa Pelayanan (JP). Kemudian, tanpa pikir panjang meminta pinjaman pendidikan dan training yang akan ia jalani.

Alasan Sutan mengajukan hal demikian, mengingat klinik tempat ia bekerja sedang membangun rumah sakit khusus ibu dan anak yang membutuhkan Perawat Mahir Operasi. Sedangkan SDM belum ada. Atas dasar itu, Sutan memberanikan diri menawarkan.

Dan, kebetulan Sutan akan menjalani pendidikan dan training di salah satu Rumah Sakit pendidikan di Ibu Kota Propinsi. Selesai mengikuti pendidikan, Sutan berjanji pada pimpinan klinik, siap terikat kontrak selama 5 tahun, dan tidak akan mengikuti seleksi CPNS, sebagai pengganti biaya pendidikan dan training jikalau dibiayai oleh klinik.

Tawaran Sutan bikin kaget pimpinan klinik, sambil tersungging senyuman sinis, pimpinan berkata, " Mohon maaf, saya belum bisa memenuhi undangan kamu. Saya eksklusif belum butuh apa yang kau tawarkan. Masih banyak Perawat yang bisa kami rekrut menjadi pengganti, silahkan saja undur diri, sebelum saya keluarkan surat pemecatan."Ucapnya.

Sutan senyum, kemudian berucap, " Terima kasih buk, dan mohon maaf atas perilaku dan pilihan saya. Hari ini surat pengunduran diri saya ajukan." Sambil menyodorkan map. Lalu, Sutan menyalami pimpinan dan mohon izin, serta berpamitan dengan mitra dan sejawatnya yang bekerja di klinik.

Hari berganti, ahad pun telah ia lewati, jelang 1 bulan training andal kamar bedah berakhir, Sutan dapat telpon dari supir ambulance klinik tempat ia pernah bekerja, sekitar pukul 23.00 wib.

"Hello, Assallamuallaikum! Ini saya Pidum, supir ambulance klinik, apa Sutan masih ingat?" Ucap Pidum dibalik gagang telponnya.

Iya, saya masih ingat. Ada apa bang?" Jawab Sutan.

Singkat cerita, Pidum dan Sutan bertemu di parkiran depan Rumah Sakit. Pidum memberikan maksudnya, bahwa ia butuh pinjaman Sutan. Pasien yang sedang dirawat di klinik berjenis kelamin perempuan, usia 60 tahun kritis dan butuh transfusi darah, jumlah haemoglobin (hb)  dalam dalam darah pasien  6 gram/dl, sedangkan nilai normalnya   untuk wanita renta sekitar 11.7-13.8 gram/dl.

Pasien menolak dirujuk ke RSUD yang ada di kota Sala atau ke Rumah Sakit ini, sementara produk darah di  PMI Kota Sala juga habis. Pasien mengalami Anemia berat, ia pucat, lemas tak bertenaga.

"Saya dan tiga orang anggota keluarga sudah diperiksa oleh petugas PMI disini, (sambil menunjuk) namun tidak ada satupun darah  kami yang bisa diambil, kata petugas PMI, darah apak-apak marapuang." Ucap Pidum menirukan.
#595c5e; font-family: 'Open Sans', Merriweather, Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 14px; line-height: 23.8px; text-align: justify;">
Lalu Sutan menanyakan,  "Apa yang bisa saya bantu?"

" Bila Sutan bersedia, mohonlah dibantu keluarga ini, bersediakah Sutan mendonorkan darah? Kami harus membawa darah, walaupun hanya sanggup 1 kantong." Ucap supir Ambulance tersebut penuh harap, serta dianggukan oleh salah seorang keluarga yang tampak cemas dan gelisah.

Hmmm ...seraya menghirup nafas dalam-dalam, Sutan tak besar lengan berkuasa menolak undangan Pidum dan keluarga. Sutan sadar betul, kekurangan Hb dalam darah sanggup mengancam nyawa, lantaran terganggunya suplai oksigen kesuluruh anggota tubuh. Sebab, Hb berfungsi mengikat oksigen dalam darah, sedangkan badan semoga berfungsi normal sangat membutuhkan oksigen.

Bila mengingat insiden bulan lalu, Sutan enggan menolong lantaran pihak administrasi yang telah melecehkan sikapnya. Namun, sebagai perawat Sutan tak kuasa menolak, alasannya ialah terkait dengan sumpahnya memprioritaskan menyelamatkan nyawa insan sedang terancam, tanpa pandang 'bulu', status sosial, dan lain-lain.

" Baiklah, mari kita ke PMI, mudah-mudahan saya lulus investigasi dan bisa mendonorkan darah." Ungkap Sutan.

Di ruang pemeriksaan, jari Sutan ditusuk dengan jarum oleh petugas, dari hasil investigasi  Sutan bisa menjadi pendonor. Lalu, darahnya diambil dengan cara belahan lengannya ditusuk jarum dan dialirkan ke kantong.

Malam itu hanya berhasil 1 kantong didapatkan, padahal kebutuhan hingga 4 kantong. Keluarga memberikan terima kasih sambil menyelipkan uang seratus ribu sebanyak 3 lembar ke saku Sutan. Sutan sungguh kaget. Cekatan ia menarik uang tersebut serta mengembalikan.

"Mohon maaf pak, tanpa bermaksud sombong, saya nrimo membantu, jikalau darah saya masuk ke badan ibu (pasien) dan mengalir keseluruh organnya, berarti kami telah menjalin persaudaraan, lantaran dalam darah ibu ada juga darah saya, kami bersaudara. Bila bapak beri saya uang, berarti saya mencederai tali persaudaraan." Kilah Sutan.

Ucapan Sutan menciptakan bapak tersebut terharu, bahkan ia galau bagaimana cara membalas budi. Terlihat, supir ambulance mendekati serta berbisik pada bapak itu.

Berselang kurang lebih 5 menit, bapak itu membawakan 3 bungkus rokok serta 3 botol air mineral, ia memberikan pada Sutan untuk diminum, dan rokoknya untuk dihisap. Sutan, geleng-geleng kepala, mengambarkan tidak setuju, namun apa daya rokok dan air mineral telah dibeli.

Mereka, supir ambulance, bapak itu dan lainnya berpamitan untuk segera ke klinik mengantarkan produk darah dalam kemasan kantong plastik, semoga ibu yang sedang dirawat di klinik tertolong.

Tiba-tiba supir ambulance turun dari mobil, ia mendekati Sutan, serta berbisik. " rokoknya untuk saya saja ya." Pintanya. Sutan senyum, dan mempersilahkan.


****

Malam nan hirau taacuh menusuk tulang, beralaskan karpet dan di atas kasur busa tipis, Sutan melepaskan lelah. Paginya, Sutan diantar oleh sahabat satu kosan ke rumah sakit.

Sekitar pukul 16.00 wib, Sutan menerima kabar sedih dari supir ambulance, bahwa ibu yang mengalami anemia berat itu telah berpulang menghadap sang khalik.

"Innalillahi wainnailaihi rajiun. Harta Allah, berpulang kepadanya , tidak ada yang infinit di dunia ini. Saya ikut berduka cita." Ungkap Sutan pada supir ambulance lewat telepon genggam.

Wajah Sutan pucat pasi, selain menerima kabar duka, ia juga mengalami sakit pasca mendonorkan darah. Setelah berobat, ia sanggup izin istirahat dari dokter selama 2 hari. Sutan mengeluhkan demam, lemas dan mual. Mungkin lantaran kelelahan dikala praktek. Di Instalasi Bedah Sentral, ia berdiri, berjala, kesempatan untuk duduk terbilang rumit.

Praktek dari pagi hingga pukul 13.00 wib, bahkan jikalau pasien operasi elektif banyak dan ada penyulit, bisa saja ia dinas hingga pukul 16.00 wib. Kebetulan penerima diklat wajib mengikuti hingga operasi selesai dan dilarang pulang hingga semuanya selesai, kecuali boleh pulang duluan atas izin clinical instruktur.

Sementara gizi yang masuk ketubuhnya minim, Sutan kos-kosan. Sering mie instan yang menyelamatkan dikala kondisi perutnya nan lapar. Sementara praktik di rumah sakit membutuhkan tenaga ekstra, baik fisik maupun mental. Mungkin, ini cara badan memintanya istirahat.

Di balik kesusahan, Sutan pun menerima kemudahan. Sutan bisa menjalani praktik dasar perawat andal kamar operasi selama 3 bulan dengan lancar. Sebelum masa praktik habis, ia ditawarkan oleh clinical instruktur bekerja di salah satu rumah sakit swasta di propinsi tetangga. Pihak rumah sakit membutuhkan Perawat lulusan training andal kamar operasi. Namun, ditolak oleh Sutan dengan alasan tidak ingin terlalu jauh dari orang tua.

Satu ahad berselang, Sutan mengikuti seleksi di salah satu rumah sakit milik pemerintah tempat yang letaknya berjarak sekitar 115 km dari rumah orang renta Sutan. Sebut saja nama kotanya Parintang.

Alhasil, Sutan lulus seleksi dan diterima bekerja di rumah sakit umum parintang. Baru 3 hari bekerja, Sutan dihubungi oleh seseorang via telpon.

"Hello, Assallamuallaikum." (Sutan menjawab salam). "Ini dr.Gemala, pimpinan klinik yang kini sudah menjadi Rumah Sakit khusus Ibu dan Anak. Apa Sutan masih ingat dengan saya?" Tanyanya.

" Iya, saya Sutan buk. Pasti, saya masih mengingat Ibuk. Apa kabar buk?" Jawab Sutan.

"Langsung saja ya. Apakah Sutan sudah selesai pelatihan? Bila sudah selesai, mau tidak kembali bekerja disini?" Tanya dr.gemala.

Sutan bagaikan kesentrum listrik mendengar pernyataan orang tersebut. Sebab, ia dulu pernah melecehkan usulan Sutan.

"Ouwh...i iiya buk. Saya telah selesai pelatihan. Tapi, saya sudah menanda tangani kontrak dengan rumah sakit umum Parintang buk." Jelas Sutan.

Akhirnya, pimpinan klinik/ rumah sakit khusus ibu dan anak tersebut sedikit kecewa mendengar tanggapan Sutan. Apa daya, yang ia remehkan dulu ternyata mempunyai kegunaan juga.

Jelang ikut seleksi di rumah sakit umum parintang, Sutan pernah menanya kabar pada kawannya yang masih bekerja di klinik, terkait " apakah kamar operasi rumah sakit yang gres diresmikan itu sudah beroperasional?" Ternyata info dari temannya itu, kamar operasinya telah beroperasional, namun SDM-nya, menyerupai ( perawat, penata dan dokter) masih menjalin kerjasama dengan salah satu rumah sakit umum yang ada di kota Sala.

Konon kabar, jikalau ada pasien yang akan dioperasi, tenaga ( SDM) akan di panggil lewat telpon (on call). Dan, bayaran SDM dihitung per pasien. Artinya, jikalau pimpinan klinik dikala itu mau mendanai Sutan pelatihan, serta menaikan honor sesuai UMP maka pihak administrasi klinik/ Rumah sakit khusus yang gres berdiri itu telah bisa berhemat. Dari pada membayar SDM on call per pasien.

Masa itu, sekitar tahun 2006-2007 untuk mendapatkan SDM menyerupai Perawat OK bersertifikasi (singkatan Perawat andal kamar operasi) terbilang rumit, lantaran setiap lulusan training OK telah mempunyai pekerjaan tetap. Biasanya, untuk mendapatkan SDM yang demikian memang di sekolahkan oleh pihak rumah sakit. Karena pengangguran yang akan direkrut tidak ada.
Terkait : Kisah Perawat Dapat Gaji Dua Puluh Ribu
Demikianlah sekelumit kisah Sutan yang menolak upah murah, dengan daya tawar berani keluar dari zona nyaman serta berusaha meningkatkan kapasitas diri semoga tidak digaji di bawah UMP. Yang pada akhirnya, Sutan bisa mewujudkan dan orang yang pernah menganggap "sebelah mata" pun tersadar.(Anton Wijaya).


Sumber https://medianers.blogspot.com/

Related Posts :

0 Response to "Kisah Perawat Diremehkan Ketika Tuntut Honor Sesuai Ump"

Posting Komentar