Muhammad Idral: Periode Depan Salah Kaprah

 Ini yaitu kisah hidupku, dalam mengejar masa depan yang baik. Diawali sesudah tamat SD tahun 1994, saya melanjutkan pendidikan di sebuah pesantren yang didirikan oleh seorang ulama, dia berjulukan syekh H.Muchtar (Angku Lakuang). 

Sekolah di pesantren yaitu kehendak ayah, yang menginginkan saya jadi ulama menyerupai beliau. Ayahku yaitu Syekh H.M.Nur, Datuak Patiah Bakuruang. Beliau seorang buya dan kepala budpekerti suku chaniago di tanah minang. Beliau dulunya juga santri di pesantren yang didirikan oleh syekh H.Sulaiman Arrosuli di Bukit tinggi. 

Aku memutuskan, mengikuti harapan Ayah untuk berguru agama di pesantren, berguru nahu, sorof, kitab gundul,dll. Aku menjalani dan ditempa di pesantren itu selama 7 tahun, setara dengan tamat SLTA. 

Awalnya kujalani dengan serius selama 3 tahun. 3 tahun itu, saya termasuk siswa yang berprestasi, bahkan rangking 5 besar, dan kujalani dengan baik. Namun, di tahun ke 4, dikala usiaku 16 tahun dan masa pubertas, masa dimana saya sedang mencari jati diriku. Saat itu saya merasa, bukan di sinilah tempatku (pesantren) utk menggapai masa depan. 

Namun saya takut untuk mengutarakan kepada ayah, padahal saya belum pernah melihat dia marah. Tapi, entah kenapa saya tidak berani, mungkin kharisma dia yang menciutkan nyaliku. 

Akhirnya, kulalui tahun ke-4 itu dengan berhura-hura. Saat sedang berdua dengan dia membahas ihwal pelajaranku di pesantren, terbersit harapan memberikan keinginanku, namun saya belum mempunyai keberanian yang cukup untuk itu. 

Kucoba memancing, saya bilang banyak orang bau tanah yang mempertanyakan masa depan anaknya, jikalau disekolahkan di pesantren, dengan tersenyum dia memberi pemahaman, "orang bau tanah yang mempertanyakan itu yaitu orang bau tanah yang tidak tahu masa depan yang sebenarnya."

Aku hanya membisu dan mengurungkan niat mngutarakan harapan selanjutnya, namun hatiku selalu berontak dan berkata saya harus pindah dari pesantren itu. 

Akhirnya di simpulan tahun ke 4, saya beranikan diri mengungkapkan semuanya, dengan alasan masa depan. Ayahku terdiam, dia tidak marah. Namun, terlihat wajah murung di wajahnya. Setelah membisu sesaat dia berkata "nak masa depan menyerupai apa yang kau cari, ayah menyekolahkanmu di pesantren yaitu untuk masa depanmu,karena memikirkan masa depanmu ayah sekolahkan kau di pesantren, yakinlah nak." Ucapnya.

Aku tetap dalam pendirian, dia hanya membisu dan pergi meninggalkan. Masa pubertas, emosi yang labil tidak membuatku mengerti ihwal masa depan yang ayah siapkan untukku. 

Aku bilang kepada ibu, "Jika saya tidak diizinkan pindah ke sekolah umum saya menentukan untuk tidak sekolah." 

Esok harinya dia memanggilku dan berkata "Ayah tidak akan memaksamu di pesantren. Ayah akan izinkan kau pindah dimanapun sekolah yang kau inginkan. Ayah akan antarkan."

Namun, wajah murung dia tetap terlihat. Tapi begitulah, saya yang dikala itu tidak peduli dengan kesedihan dia dan mengikuti darah muda. Beberapa hari sesudah itu, saya menentukan sekolah di MAN (Madrasah Aliah Negri), dengan pertimbangan semoga ayah tidak terlalu murung alasannya yaitu di MAN masih banyak pelajaran agama, walaupun tidak sebanyak di pesantren, ayahku tidak mengecewakan bahagia dengan keputusan tersebut. 

Singkat kisah ,akhirnya saya tamat di MAN 2 Payakumbuh pada tahun 2001, dan melanjutkan sekolah di Akademi Keperawatan (Akper) Perintis Bukit Tinggi dan tamat tahun 2004.

Dua bulan tamat saya bekerja di RSI IBNU SINA, pekan gres selama 6 tahun. Tahun 2011, saya lulus PNS dan bertugas di Instalsi Bedah Central RSUD dr ADNAAN WD , Payakumbuh.  

Di kampung, saya merasa senang, merasa telah berhasil menata masa depan. Seiring waktu berjalan dan bertambahnya usia, hingga ini, saya telah 34 tahun. Terbesit di hati, jikalau saya belum menyiapkan masa depan. Apa yang kuraih hari ini hanyalah masa depan dunia.

Kini, saya menyadari, bahwa hakikat dari masa depan yang sebenarnya, masa depan kita bukanlah di dunia, namun di akhirat. Aku menyadari, apa yang pernah ayah bilang ihwal masa depan.

"Nak ! alasannya yaitu memikirkan masa depan saya menyekolahkanmu di pesantren." Itulah kata yang dia ucapkan dikala saya meminta untuk berhenti dari pesantren dengan alasan masa depan. 

Teringat kata itu, dan melihat apa yang ku miliki ihwal ilmu untuk masa depan yang hakiki, saya merasa sedih. Aku menyadari arti masa depan, dengan hati yang sedih, saya ceritakan pada ayah dan memohon maaf atas tindakanku 18 tahun nan lalu, yang menciptakan dia murung atas keputusanku.

Sambil tersenyum dia berucap, "Nak janganlah bersedih, teruslah berjuang untuk meraih masa depan yang hakiki (akhirat), alasannya yaitu meraih masa depan yang hakiki itu, jangan pernah ada kata terlambat. Jangan pernah merasa puas, jangan pernah merasa pintar, jangan pernah merasa alim, jangan pernah merasa paling baik dan benar, teruslah berguru agama alasannya yaitu menuntut ilmu itu dari ayunan hingga ke liang lahat dan jangan lupakan pesan ayah.

"INGATLAH KEBAIKAN ORANG LAIN KEPADAMU DAN DO'AKANLAH MEREKA, LUPAKAN KEBAIKAN YANG TELAH KAMU PERBUAT UNTUK ORANG LAIN DAN INGATLAH SELALU KEJAHATAN YANG ENGKAU PERBUAT KEPADA ORANG LAIN. MINTA MAAFLAH KEPADANYA DAN MOHON AMPUNLAH KEPADA ALLAH, DAN LUPAKANLAH KEJAHATAN YANG DILAKUKAN ORANG TERHADAPMU NISCAYA HIDUPMU AKAN BAHAGIA. SEMOGA ALLAH MERAHMATI DAN MERIDHOIMU ANAKKU" 
Syekh H.M.Nur, Datuak Patiah Bakuruang bersama istri. Orang bau tanah Muhammad Idral.
Ayah maafkan anakmu, yang telah salah kaprah memahami masa depan. Aku besar hati mempunyai ayah sepertimu. Bagiku, ayah yaitu ayah terbaik di dunia ini. Semoga Yang Mahakuasa menunjukkan kesehatan umur yang panjang dan berkah kepada ayah dan ibu. Do'a kan selalu anakmu . Wahai ayah dan ibu, semoga Yang Mahakuasa selalu merahmati dan meridhoi kita semua amin ya rabbal 'alamin.(Penulis: Muhammad Idral)

Sumber https://medianers.blogspot.com/

0 Response to "Muhammad Idral: Periode Depan Salah Kaprah"

Posting Komentar