Permintaan suami pasien demikian, dipenuhi oleh tim bedah yang bekerja di kamar operasi, termasuk dokter yang menangani, bahwa Perawat lelaki yang dinas di ruangan tersebut tidak dibolehkan masuk ke kamar operasi kawasan berlangsungnya pembedahan Sectio Caesaria.
Hal demikian bisa dan masuk akal terjadi di rumah sakit, demi menghargai privasi. Pasien dan keluarga boleh menolak dan bisa pula meminta petugas yang ia inginkan, asalkan sesuai dengan prosedur. Termasuk ketika investigasi jantung EKG (menyadap kerja jantung) yang mana elektrode ditempelkan di lokasi dada.
Namun, ceritanya akan berbeda apabila dalam kondisi gawat darurat dan juga lantaran keterbatasan tenaga kesehatan. Misal, pasien nyaris tidak sadar lantaran kecelakaan, dan terjadi perdarahan hebat di abdomen (dalam perut), kemudian pasien dianjurkan untuk menjalani pembedahan, biar sumber perdarahan dalam abdomen sanggup dihentikan.
Maka, keluarga pasien akan sulit meminta petugas yang melaksanakan tindakan sesuai jenis kelamin, alasannya yakni lantaran ketersediaan tenaga yang dinas ketika itu, termasuk perkara yang tidak boleh ditunda, yang wajib ditindak segera mungkin, maka undangan keluarga bisa saja terabaikan demi evakuasi nyawa.
Kalaupun keluarga bersikeras meminta tenaga yang tidak ada, untuk diadakan, maka kemungkinan keluarga pasien yang bertanggung jawab akan diminta menandatangani dokumen penolakan dilakukan tindakan medis, alasannya yakni jikalau tanpa dokumen tersebut, petugas kesehatan juga bisa terbentur dengan hukum, lantaran dianggap melalaikan pasien.
Kesimpulan, ketika Anda berobat di rumah sakit, mempunyai hak untuk menolak atau mengizinkan suatu tindakan medis, atau tindakan keperawatan, termasuk menentukan tenaga kesehatan, tenaga medis atau tenaga keperawatan yang disukai, asalkan sesuai mekanisme dan ketersediaan tenaga di rumah sakit setempat.
Namun, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan atau tenaga medis tidak boleh menolak atau menentukan pasien, termasuk tidak boleh membeda-bedakan pasien berdasarkan jenis kelamin, status, ras, suku, agama dan etnis, semuanya diperlakukan sama, tanpa dibedakan.
Standar dan azas sopan santun Keperawatan
Terkait itu, tertuang dalam standar sopan santun keperawatan, yakni ada enam azas yang wajib dipatuhi Perawat atau tenaga Keperawatan,dan azas dimaksud berlaku universal, diantaranya;
Satu, menghormati otonomy klien (baca : pasien), dikenal dengan azas Autonomy, yaitu klien mempunyai hak untuk memutuskan sesuatu dalam pengambilan tindakan terhadapnya. Seorang perawat tidak boleh memaksakan suatu tindakan pengobatan kepada klien.
Kedua, asas manfaat, disebut juga beneficence ,yaitu asas tidak merugikan orang lain, dimana semua tindakan dan pengobatan harus bermanfaat bagi klien. Oleh lantaran itu, perlu kesadaran perawat dalam bertindak biar tindakannya sanggup bermanfaat dalam menolong klien.
Ketiga, azas tidak merugikan (non maleficence), yaitu setiap tindakan harus berpedoman pada prinsip primum non nocere ( yang paling utama jangan merugikan). Resiko fisik, psikologis, dan sosial hendaknya diminimalisir semaksimal mungkin.
Keempat, asas kejujuran(veracity) yaitu perawat hendaknya menyampaikan sejujur-jujurnya ihwal apa yang dialami klien, serta akhir yang akan dirasakan oleh klien. Informasi yang diberikan hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan klien biar klien gampang memahaminya.
Kelima, asas kerahasiaan (confidentiality) yakni, perawat harus bisa menjaga privasi klien meskipun klien telah meninggal dunia.
Keenam, asas keadilan(justice), maknanya seorang perawat profesional harus bisa berlaku adil terhadap klien meskipun dari segi status sosial, fisik, budaya, dan lain sebagainya.( AntonWijaya/dihimpun dari aneka macam sumber / Photo : pixabay.com )
Sumber https://medianers.blogspot.com/
0 Response to "Mister Ex Menolak, Jikalau Istrinya Dirawat Perawat Lelaki, Apakah Boleh?"
Posting Komentar