Aku telah berkomitmen, semenjak melihat uang masuk kuliah dan biaya lain-lainnya yang dikeluarkan Uda untuk keperluan kuliahku. Aku sadar, uang itu tidak gampang ia dapatkan. Janjiku adalah, tidak akan pernah "her" selama menimba ilmu di Akademi Keperawatan dan berusaha mendapat nilai IPK di atas 3. Demikianlah komitmen suciku dalam hati.
Pagi buta, langit kota Pariaman masih kabur, jarak pandang sekitar 5 meter. Seperti biasa, Pak Mus menggedor pintu kamarku. Tok.tok.tok.."Udah pukul 05.30 wib. Bangun! " Serunya. Inilah kebiasaan burukku, kalau tidak di gedor, selalu berdiri kesiangan. Aku menyambut, " Iya pak." Aku eksklusif basuh muka, bergegas keluar dari kamar.
Jika kulihat si Budi telah memegang sapu, dan Ari, adik sepupuku pegang sapu halaman, maka saya akan mencari dimana kain pel bersembunyi? Inilah kebiasaan kami saban pagi di Rumah pak Mus, yang populer sangat disiplin dan selalu memperhatikan kebersihan lingkungan, termasuk kerapian diri. Ia sering mengkritik, kalau saya tidak memasukan baju ke dalam celana, serta tidak pakai ikat pinggang ketika akan berangkat kuliah.
Luar dan dalam rumah telah kami bersihkan. Si Budi anak yang rajin, taat beribadah tiap subuh ke Masjid, tidak saya dan Ari. Sering molor. Budi masih duduk di dingklik kelas 2 Madrasah Aliyah Negri ( MAN), sering juara MTQ antar sekolah di Kota Pariaman. Budi merupakan, anak dari sepupu pria pak Mus. Sedangkan Ari, anak sulungnya.
Sebelum mandi, kami sarapan pagi bersama, yang tidak pernah ketinggalan menunya yakni Sala Lauak Uni Nur. Terkenal gurih dan garing. Yah, sekitar pukul 06.10 wib kami sudah selesai sarapan. Mula saya tinggal di Rumah Pak Mus, saya sering tidak ikut makan, alasannya yakni tidak terbiasa, tapi ini yakni tradisi yang wajib di patuhi oleh anak-anaknya, termasuk aku. Alasannya sederhana, "jika perut sudah kenyang, jajan pun kurang di kampus." Akhirnya, saya jadi terbiasa. Biasanya agenda bersih-bersih dan sarapan pagi ini akan molor, apabila Pak Mus tidak sedang berada di rumah, semuanya sedikit bebas.
Selesai sarapan,gosok gigi dan mandi, bersiap mengantar Etek, istri Pak Mus ke Sekolah. Ia mengajar di Sekolah Dasar. Tiap pagi, saya wajib mengantarnya, kurang pukul 07.00 wib, ia sudah hingga ku antarkan. Jarak rumah dari sekolah Etek sekitar 1 km. Dan, jarak sekolah Etek dengan kampusku sekitar 200 meter.
Setelah kiprah mengantar dengan Vespa Butut selesai, saya pun berangkat ke kampus. Di kampus, pukul 07.00 wib masih sepi.
Di sinilah berawal kebiasaan dan menjadi ketagihan mengunjungi Pustaka kampus. Dari pada gundah sendirian, satu-satunya tempat yang layak dikunjungi yakni Pustaka. Ke kantin, perutku kenyang. Sebab, yang cepat di buka di Akper tempatku kuliah yakni pustaka. Penjaga pustaka terbilang rajin dan cepat datang.
Nyaris tiap pagi saya menghabiskan waktu sekitar 30-60 menit di Pustaka. Aku suka membaca buku yang berafiliasi dengan Konsep Keperawatan dan Anatomi Fisiologi manusia. Serta
Suara gaduh di luar mengganggu konsentrasi, saya akhiri membaca dan bergegas masuk kelas. Kebiasaanku ini, banyak dari teman satu angkatan yang tidak mengetahui. Yang mereka ketahui hanya, saya seorang yang kritis, suka berdebat dikala diskusi, baik dengan dosen maupun dengan sesama mahasiswa.
Di dalam kelas tersiar kabar, bahwa ketua dan pengurus Ikatan Keluarga Mahasiswa akan di ganti, mengingat 1 tahun masa kepengurusan akan berakhir. Sambil menunggu dosen masuk kelas, saya menikmati desiran bunyi ombak di belakang kelas. Tepatnya di kursi bawah pohon Aru. Aku duduk memandang indahnya deburan air pantai. Sepoinya angin membuatku betah duduk di sini, sambil menunggu dosen datang. Yah, kampusku berada di tepi laut, kampus yang menyenangkan.
Seketika kak Azri menghampiri, ia to the point, memintaku maju dalam pemilihan ketua IKM yang akan di helat bulan depan. Mendengar pintanya, saya kaget." Tidak mungkin kak." Ucapku. Kak Azri terus memotivasi dengan membawa informasi kedaerahan. Menurutnya, sebagai putra Pariaman saya layak di calonkan jadi ketua IKM di Akper Pemkab Padang Pariaman priode 2003-2004. Selain itu, kak Azri beralasan salah satu syarat calon ketua IKM mempunyai IPK 3.5 ke atas, dan saya mempunyai syarat itu. Sebagai senior Tingkat 3 yang andal karate, saya sangat menghormatinya. Sarannya saya pertimbangkan dengan matang. Janjiku dikala itu.
Isu ini pun tersiar pada teman angkatanku yang laki-kaki, sebanyak 3 orang. Mereka menanyai, " Apakah kau ikut bakal calon ketua IKM? Tanya mereka. " Tidak." Jawabku. " Kamu Sumpah?" Ulas mereka. "Iya saya sumpah." Jawabku. Entah, saya bingung. Aku tidak berniat dan berminat jadi Ketua IKM. Pertanyaan mereka ku jawab asal-asalan. Heran, kenapa mereka ngotot menanyaku.
Namun, undangan kak Azri jadi renungan bagiku. Aku takut dan khawatir, kalau saya ikut bakal calon ketua IKM dan terpilih misalnya, Apa yang akan kulakukan nanti? Dan, pastinya saya sibuk mengurus organisasi, dan proses berguru di kelas niscaya akan terganggu. Aku ceritakan pada pak Mus, ia pun sangat oke semoga saya tak bersedia mencalonkan/dicalonkan jadi ketua IKM, sarannya fokus saja belajar.
Suatu sore saya mengunjungi saudara wanita Abak ( Ayah), ia berdomisili di Kota Pariaman juga. Aku memanggilnya Etek Kambang dan kebetulan suami Etek juga "dosen terbang" di kampusku. Etek juga adik kandung Pak Mus. Di rumahnya, saya di beri motivasi oleh suami Etek Kambang untuk ikut berkompetisi pada pemilihan ketua IKM. Alasannya sederhana, semoga saya tahan banting di kemudian hari. Maka kesempatan anggun berguru organisasi di dikala sedang jadi mahasiswa. Jangan takut salah, jangan ragu dengan kemampuan yang dimiliki. Sarannya, kepadaku. Pemikiranku yang sempit sebelumnya, sedikit lapang oleh saran bapak, suami Etek.
Sudah satu tahun dilewati berguru di kampus tercinta, dan pernah satu kali praktek Klinik Keperawatan di Rumah Sakit, satu hal yang jadi perhatianku. Mahasiswa Perawat tidak antusias berorganisasi, termasuk saya dikala itu. Mahasiswa perawat di Akper fokus berguru dan praktek. Porsi aktif di organisasi itu sangat kecil, mungkin alasannya yakni agenda yang terlalu padat. Bahkan, bulan rahmat mahasiswa masih berguru dan praktek, sedangkan mahasiswa lain telah libur.
Tidak terlatihnya mahasiswa Perawat berorganisasi di Akademi Keperawatan, menurutku itu salah satu faktor perawat tamatan diploma 3, tidak berambisi jadi pemimpin. Dan, kurang pengetahuan cara memimpin kalau pun di beri amanah sebagai pimpinan.(*8)
Salam, Anton wijaya. 22 September 2015, Payakumbuh- Sumatera Barat. Postingan berlanjut dengan kategori goresan pena "Catatan Perawat.
Sumber https://medianers.blogspot.com/
0 Response to "Mengapa Mahasiswa Perguruan Perawat Tidak Aktif Berorganisasi? Ini Penyebabnya"
Posting Komentar