Tanggapan Tulisan Sdr. Anton Wijaya, di FB, bertajuk: Oknum Perawat Mata Duitan Komersialkan Pendidikan dan Pelatihan
Kemarin pagi, tanggal 27 April 2016, seorang staff saya tiba mendekati saya dan berbisik,: “Mr. Ada article di FB perihal Mr.” Saya jawab, :”Alhamdulillah, kita diperhatikan oleh orang.”
Tidak usang setelah itu, saya telepon saudara penulis artikel tersebut, selain sebagai upaya niat baik, saya ingin mengklarifikasi. Sayangnya, meski saya fikir sudah terperinci melalui telephone, namun sang penulis tidak memberikan updatenya di tulisannya.
Harusnya, penulis memberikan minimal info, bahwa saya, Syaifoel Hardy, sudah mengklarifikasi, case close. Dengan demikian, issuenya tidak berkepanjangan.
Inilah yang menjadi latar belakang, mengapa saya menulis artikel ini. Jangan kaget jikalau cukup panjang ya? Maklumlah, saya penulis dan kritikus, kata sang penulis artikel. Sudah tentu, goresan pena tanggapan ini ditunggu-tunggu.
*****
Saya besar dari keluarga tidak mampu. Karena ingin mengubah keadaan, saya kerja di luar negeri. Dua puluh satu tahun malang melintang di manca negara, saya tidak hanya kerja. Tetapi juga mengikuti puluhan pembinaan serta melanjutkan pendidikan, sebagai bekal kelak, jikalau pulang ke kampung halaman.
Tahun 2011, saya mulai memikirkan perihal upaya mendirikan Indonesian Nursing Trainers (INT). Perlahan, kami bangkit gedungnya dengan memakai tanah sepetak di desa mungil di Lawang, kota kecil sejuk di Jawa Timur. Bangunan tersebut rampung tahun 2013.
Sambil kerja dan menunggu ketika pulang yang tepat, saya biasanya mempromosikan diri saya di media sosial. Sebenarnya, kiat promosi ini sudah saya lakukan semenjak sekitar 1997. Sebuah usaha yang cukup melelahkan hanya supaya ‘dikenal’. Maklumlah, kelas saya bukan doktor atau professor, namun tetap, menyerupai orang dagang, apa salahnya menjual product supaya laris keras?
Saya mengenal saudara Anton Wijaya lewat FB, tepatnya ketika untuk pertama kali disapa, tanggal 17 Agustus 2012, jam 02.37 waktu Qatar. Saat itu, saya masih sedang bekerja di Qatar, sebagai Chief Nurse-OH. Jujur saja, saya dibayar mahal, hingga sebelum saya putuskan balik ke Indonesia pada tahun 2014.
Saya tidak perlu screenshot isi perkenalan kami. Yang pasti, saya menyediakan diri untuk mereview goresan pena Sdr. Anto yang ada di FB, untuk saya masukkan dalam Proyek ENJOY NURSING, buku pertama karya perawat Indonesia dari 5 benua, yang ditestimoni oleh Mantan Dubes Indonesia untuk Belanda, Ibu Retno Lestari Marsudi, yang ketika ini menjabat sebagai Menteri Luar Negeri RI.
Sdr. Penulis menjawab,: “Oke Pak. Setelah baca seluruh goresan pena yang ada di INT, saya paham yang bapak maksud. Insyaallah, saya segera menulis ulang sesuai tema yang diharapkan. Salam Enjoy Nursing.”
Jawaban yang diberikan pada tanggal 7 Desember 2012 jam 14.55 waktu Qatar ini, saya tandai sebagai awal mula persahabatan kami.
Sesudah itu, tidak banyak chatting kami. Hingga pada tanggal 20 Januari 2013, saya mengirimkan pesan sebagai berikut,: “……..salam dari Qatar! Anda punya sobat dosen yang aktif di kawasan anda (Sumbar?).”
Dijawabnya,: “Salam kembali pak. Ada di 2 kampus. Ada apa pak?” Kemudian saya lanjutkan (seperti yang dicopy & paste saudara penulis di Blog dan di akun FB nya): “bisa minta tolong kenalkan sama salah satu dari mereka…siapa tahu tertarik untuk mengundang saya sharing dng mahasiswa mereka…saya yakin ada banyak manfaat yang bisa dipetik….juga dosen…saya beri anda short profile saya…mohon diteruskan…jika berhasil..sekalian bs ketemu Anton…siapa tahu…tak ada salahnya mengetuk pintu…karena apa yang saya lakukan, hampir tidak disentuh oleh sekitar 5000 perawat kita yang berada di luar negeri.”
Saya mendapat tanggapan darinya,: “Gayung bersambut pak.” Dan seterusnya. Intinya, saudara Anton bersedia membantu, dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut:
- Berapa biaya, fasilitas + uang saku yang harus kami siapkan?
- Berhubung bapak di Qatar, maka kapan tgl/bln bapak bisa datang?
- Kira2 berapa penerima maksimal yang bapak harapkan?
- Dan, apa saja hal teknis yang harus kami siapkan?
1. Sediakan transport dan penginapan…tidak harus hotel…yg penting bs digunakan untuk tidur. 2. Uang saku, saya serahkan kepada anda…sy nggak mau dicap sbg orang yang mata duitan… Tgl 16 Maret-6 April sy di Indonesia…namun jadwal sy sdh cukup padat….tgl 23, 24, 25, 30, 31 Maret sdh di booking 3. Sy harapkan jadwal ini juga untuk dosen. Manfaatkan kedatangan sy semaksimal mungkin. Seminar diikuti workshop. Dosen ada lembaga tersendiri 4. Secara teknis, nanti jikalau anda sudah siap…yg jelas: seminar, workshop, lembaga dosen, dan bedah buku yaitu rencana paket yg sy tawarkan.
Sejak itu, tidak terdengar beritanya lagi. Lebih dari 3 tahun, sudah, komunikasi kami terhenti, setelah yang terakhir 20 Januari 2013, pukul 23.02 waktu Qatar. Saya interpretasikan, jadwal saya di Sumatera Barat kurang diminati.
*****
Syaifoel Hardy resign dari Qatar, pulang menekuni lembaga pembinaan INT yang bernomer Notaris 11/04/2014, dengan focus ‘dagangan’ Soft skills. Primadona pembinaan yaitu pembekalan Perawat/Bidan Indonesia ke luar negeri.
Sebagai tubuh usaha, kami mempunyai prosedur, termasuk SOP jikalau diundang menyangkut transport, akomodasi, fee, topic, konsultasi, baik di lembaga Guest Lecture, Seminar dan Workshop.
Point ini yang saya jelaskan kepada saudara Anton kemarin lewat telephone. Sebagai orang jualan, menyerupai halnya supermarket, INT punya tariff. Mereka yang tidak setuju, tidak dipaksa. Tetapi kami tetap membuka pintu negosiasi, tawar menawar. Meski kami pasang tariff, tidak semuanya bayar menyerupai yang kami tulis. Ada yang tidak bayar, ada yang ngasih bensin Rp 300 ribu, ada yang Rp 500 ribu, ada yang Rp 1 juta, Rp 3 juta, Rp 5 juta hingga Rp 15 juta. Yang terakhir saya sebut itu tariff di luar negeri.
Berapapun jumlahnya itu, patut saya syukuri. Jika dibandingkan dengan honor teman-teman di Qatar, sebagai perawat pelaksana saja, rata-rata mereka berpenghasilan Rp 50 juta lebih per bulan. Sementara posisi saya Chief Nurse. Tidak perlu saya sebutkan berapa per bulan saya
Sejak itu, tidak terdengar beritanya lagi. Lebih dari 3 tahun, sudah, komunikasi kami terhenti, setelah yang terakhir 20 Januari 2013, pukul 23.02 waktu Qatar. Saya interpretasikan, jadwal saya di Sumatera Barat kurang diminati.
*****
Syaifoel Hardy resign dari Qatar, pulang menekuni lembaga pembinaan INT yang bernomer Notaris 11/04/2014, dengan focus ‘dagangan’ Soft skills. Primadona pembinaan yaitu pembekalan Perawat/Bidan Indonesia ke luar negeri.
Sebagai tubuh usaha, kami mempunyai prosedur, termasuk SOP jikalau diundang menyangkut transport, akomodasi, fee, topic, konsultasi, baik di lembaga Guest Lecture, Seminar dan Workshop.
Point ini yang saya jelaskan kepada saudara Anton kemarin lewat telephone. Sebagai orang jualan, menyerupai halnya supermarket, INT punya tariff. Mereka yang tidak setuju, tidak dipaksa. Tetapi kami tetap membuka pintu negosiasi, tawar menawar. Meski kami pasang tariff, tidak semuanya bayar menyerupai yang kami tulis. Ada yang tidak bayar, ada yang ngasih bensin Rp 300 ribu, ada yang Rp 500 ribu, ada yang Rp 1 juta, Rp 3 juta, Rp 5 juta hingga Rp 15 juta. Yang terakhir saya sebut itu tariff di luar negeri.
Berapapun jumlahnya itu, patut saya syukuri. Jika dibandingkan dengan honor teman-teman di Qatar, sebagai perawat pelaksana saja, rata-rata mereka berpenghasilan Rp 50 juta lebih per bulan. Sementara posisi saya Chief Nurse. Tidak perlu saya sebutkan berapa per bulan saya
peroleh.
Seperti halnya perawat Indonesia lain, saya suka duit, bahagia jikalau sanggup bayaran, tetapi saya juga punya hati dan perasaan. Makanya, staff INT saya biarkan meski ada penerima yang belum bayar pelatihan, walaupun sudah makan dan mondok. Hingga mereka pulang pun, mungkin lupa, tidak bayar. Juga tidak kami tagih. Beberapa penerima pembinaan pun kami tampung di rumah. Saya ajari Bahasa Inggris pagi, siang atau malam hari. Saya berikan aneka macam pemanis wawasan, ilmu dan lain-lain supaya mereka bisa bersaing di dunia internasional.
Kalau kami dibayar kecil yang kasihan yaitu staff kami. Juga teman-teman perawat muda yang magang. Jatahnya makin sedikit. Bayangkan jikalau satu event butuh perjalanan katakan 10 jam, INT dibayar Rp 500 ribu. Bensin nya saja tidak cukup. Belum sopir dan assistant kami yang bantu angkut ini itu. Masak mereka saya gratiskan? Lagi pula, Syaifoel Hardy ini bukan Bank.
Alhamdulillah, rejeki Yang Mahakuasa Yang Maha Mengatur. INT yang berusaha mencari, di mana kita mencari rejeki yang sudah diatur oleh Yang Mahakuasa SWT itu. Kami sudah mengunjungi tidak kurang dari 98 institusi se Indonesia. Mayoritas kami diundang. Sebagian memberikan diri, dengan biaya transportasi dan fasilitas dari kantong kami sendiri.
Kehidupan professional saya berubah setelah balik ke Indonesia. SOP perihal fee INT jikalau diundang juga masukan dari banyak teman-teman sejawat. Ada yang bilang murah. Ada yang bilang mahal. Ada yang bilang sedang dan OK. Sebuah seminar di USU Medan bulan lalu, dihadiri 2200 peserta. Jika per penerima bayar Rp 100 ribu saja, maka EO mengantongi Rp 220 juta lebih. Makanya, ketika saya tanya perihal fee INT, mereka bilang, : ”Murah sekali pak!”
Begitulah……
Hingga tanggal 9 April 2016 bulan lalu. Sesudah 3 tahun kami tidak komunikasi, Saudara Anton menyapa,: “Pak syaiful apa kabar?” Jam memperlihatkan pukul 12.08 WIB. Saya jawab, : “Alhamdulillah. Baik. Gmn anda?” Selanjutnya diteruskan,: “Alhamdulillah juga sehat. Bapak di malang sekarang? Saya mau mengundang bapak untuk jadi pembicara jadwal ilmiah, dengan tema ‘Peluang dan Tantangan Perawat Profesional Masa Depan Menghadapi MEA’. Rencana seminar pada tanggal 28 Mei 2016. Apakah bapak punya waktu?”
Saya jawab,: “Saya masih di Palembang. Anda bs hubungi mas Firman di 082 3020 99887 atau bb 51dadab8 untuk booking jadwal kita.”
Saya selalu wanti-wanti sama staff. Tanyakan alasan mereka mengapa mengundang Syaifoel Hardy. Kami pu sanggup alasan dari Sdr. Anton mengapa harus mengundang kami. Bagi kami itu yaitu penghargaan yang tinggi. Ironisnya, yang ditulis di artikel nya itu, bukan penghargaan bagi kami.
Saya eksklusif 'bengong'.
Demikian seterusnya, hingga disampaikan pada dasarnya yang beliau ingin sampaikan adalah…..”Kita keterbatasan dana. Apakah pak syaifoel mamasang tariff tinggi? Kebetulan seminar kita ini tidak dikomersialkan, tetapi memungut biaya ke anggota 100 ribu/kepala.”
Sampai di situ, kemudian staff kami dihubungi oleh saudara Anton. Sebagai staff, tentu saja memberikan standard yang tertulis dalam SOP. Saudara Anton berjanji menelpon kembali untuk konfirmasi satu atau maksimal 3 hari setelah bincang-bincang dengan staff INT, tetapi hingga hari ini, satu setengah bulan lebih, belum ada tanggapan perihal rencana seminar di Sumbar. Hal ini juga saya sampaikan lewat telepon kepada saudara Anton kemarin. Etikanya, kami mestinya diberi tahu juga, sehingga tidak terlalu berharap.
Saya menangkap nada ‘amarah’ dan kekecewaan (seperti yang disampaikan lewat telephone kemarin) yang besar pada diri saudara penulis terkait fee kami lewat artikel tersebuy. Padahal bergotong-royong belum hingga kepada keputusan akhir. Mestinya, saudara penulis nego lah dulu. Kecuali INT bersikukuh fixed dengan tariff, maka saya yang akan jewer staff kami.
Batalnya jadwal di Sumbar bagi kami itu soal biasa. Saya juga menanggapi biasa saja. Beli dan tidak dalam bisnis itu lumrah. Bagi kami, customer is a king. Kami tidak dalam kedudukan memaksa atau memarahinya manakala batal. INT sudah puluhan kali. Ratusan kali yang menjadikannya positive.
Tolok ukur jadi tidak event yang akan dihadiri INT yaitu jikalau sudah ada down payment (DP). Sebelum ada DP, kami menjadwalkan normal-normal saja. Tadi pagi saya bertanya kepada staff saya, : “Apakah Sdr. Anton sempat nego perihal fee kita?” Dijawabnya, :”Tidak mister!” Ini saya artikan, bahwa perundingan belum terjadi.
Makanya saya heran ketika mendapat isu perihal artikel yang dituliskan oleh Sdr. Anton di akun dan Blog nya. Bukan apa-apa sih. Sebagai seorang senior, saya yang banyak dikenal oleh teman-teman sebagai sosok yang suka ‘Ngritik’: organisasi profesi, Pemerintah, teman-teman sejawat, mahasiswa, sangat bahagia dengan keterbukaan. Tolong sampaikan lah unek-unek dengan cara bijak dan berikan solusi. Gunakan choice of words yang baik, sehingga yang membaca merasa enak, nyaman tanpa mengurangi maknanya, walaupun isinya bergotong-royong ‘menusuk’.
Baik di luar negeri maupun dalam negeri ini, saya selalu mengajak teman-teman untuk berani memberikan pendapat. Tetapi, tolong hati hati dengan menjaga isyarat etik. Misalnya, mengupload komunikasi pribadi, atau foto eksklusif di medsos, yang bisa terjaring UU ITE Pasal 27 Ayat (3): “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentansmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang mempunyai muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik’. Barangkali saudara penulis di atas belum paham perihal ini, karena mengupload komunikasi eksklusif saya dan beliau dengan maksud ‘penghinaan dan/ pencemaran’. Kecuali dengan seijin yang punya.
*****
Bagaimanapun ada ibrah yang bisa kita ambil dari insiden di atas. Bagi speaker/ trainer/ guest lecturer menyerupai saya, mohon hati-hati ke depan jikalau melaksanakan ‘transaksi’. Karena kesukaan EO pada anda bisa berubah total menjadi kekecewaan EO. Bukan sharing ilmu, pengalaman dan ketrampilan yang didapat, namun jumlah musuh yang bakal bertambah.
Sedangkan bagi EO, saya sarankan untuk tetap menjaga isyarat etik dengan memakai elektronik menyerupai ini. Lakukan perundingan harga sebelum final. Kalau dirasa mahal, sampaikanlah secara terbuka. Issue ini, dari sisi kami, INT, saya anggap selesai. Case Closed!
*****
Dunia keperawatan Indonesia masih banyak yang harus dibenahi. Sementara perawat di luar negeri sibuk dengan penelitian, pertukaran informasi dan kesejehtaraan yang ada pada tingkat kualitas berstandard, perawat kita masih ribet soal honor atau biaya proteksi bahan serta tetek-bengeknya. Gontok-gontokan dengan rekan sendiri.
Mari kita bangkit dunia profesi kita ini sesuai dengan kapasitas yang kita miliki. INT akan bekerja sesuai dengan visi misinya, bergerak bersama membangun bangsa lewat kualitas SMD dengan soft skills nya. Sedang anda, silahkan milih mana yang anda suka, bisa dan leluasa sesuai peminatan, melakukannya dalam membangun bangsa besar ini.
Salam dari Malang, 28 April 2016
SYAIFOEL HARDY CEO-INT
Sumber https://medianers.blogspot.com/
Seperti halnya perawat Indonesia lain, saya suka duit, bahagia jikalau sanggup bayaran, tetapi saya juga punya hati dan perasaan. Makanya, staff INT saya biarkan meski ada penerima yang belum bayar pelatihan, walaupun sudah makan dan mondok. Hingga mereka pulang pun, mungkin lupa, tidak bayar. Juga tidak kami tagih. Beberapa penerima pembinaan pun kami tampung di rumah. Saya ajari Bahasa Inggris pagi, siang atau malam hari. Saya berikan aneka macam pemanis wawasan, ilmu dan lain-lain supaya mereka bisa bersaing di dunia internasional.
Kalau kami dibayar kecil yang kasihan yaitu staff kami. Juga teman-teman perawat muda yang magang. Jatahnya makin sedikit. Bayangkan jikalau satu event butuh perjalanan katakan 10 jam, INT dibayar Rp 500 ribu. Bensin nya saja tidak cukup. Belum sopir dan assistant kami yang bantu angkut ini itu. Masak mereka saya gratiskan? Lagi pula, Syaifoel Hardy ini bukan Bank.
Alhamdulillah, rejeki Yang Mahakuasa Yang Maha Mengatur. INT yang berusaha mencari, di mana kita mencari rejeki yang sudah diatur oleh Yang Mahakuasa SWT itu. Kami sudah mengunjungi tidak kurang dari 98 institusi se Indonesia. Mayoritas kami diundang. Sebagian memberikan diri, dengan biaya transportasi dan fasilitas dari kantong kami sendiri.
Kehidupan professional saya berubah setelah balik ke Indonesia. SOP perihal fee INT jikalau diundang juga masukan dari banyak teman-teman sejawat. Ada yang bilang murah. Ada yang bilang mahal. Ada yang bilang sedang dan OK. Sebuah seminar di USU Medan bulan lalu, dihadiri 2200 peserta. Jika per penerima bayar Rp 100 ribu saja, maka EO mengantongi Rp 220 juta lebih. Makanya, ketika saya tanya perihal fee INT, mereka bilang, : ”Murah sekali pak!”
Begitulah……
Hingga tanggal 9 April 2016 bulan lalu. Sesudah 3 tahun kami tidak komunikasi, Saudara Anton menyapa,: “Pak syaiful apa kabar?” Jam memperlihatkan pukul 12.08 WIB. Saya jawab, : “Alhamdulillah. Baik. Gmn anda?” Selanjutnya diteruskan,: “Alhamdulillah juga sehat. Bapak di malang sekarang? Saya mau mengundang bapak untuk jadi pembicara jadwal ilmiah, dengan tema ‘Peluang dan Tantangan Perawat Profesional Masa Depan Menghadapi MEA’. Rencana seminar pada tanggal 28 Mei 2016. Apakah bapak punya waktu?”
Saya jawab,: “Saya masih di Palembang. Anda bs hubungi mas Firman di 082 3020 99887 atau bb 51dadab8 untuk booking jadwal kita.”
Saya selalu wanti-wanti sama staff. Tanyakan alasan mereka mengapa mengundang Syaifoel Hardy. Kami pu sanggup alasan dari Sdr. Anton mengapa harus mengundang kami. Bagi kami itu yaitu penghargaan yang tinggi. Ironisnya, yang ditulis di artikel nya itu, bukan penghargaan bagi kami.
Saya eksklusif 'bengong'.
Demikian seterusnya, hingga disampaikan pada dasarnya yang beliau ingin sampaikan adalah…..”Kita keterbatasan dana. Apakah pak syaifoel mamasang tariff tinggi? Kebetulan seminar kita ini tidak dikomersialkan, tetapi memungut biaya ke anggota 100 ribu/kepala.”
Sampai di situ, kemudian staff kami dihubungi oleh saudara Anton. Sebagai staff, tentu saja memberikan standard yang tertulis dalam SOP. Saudara Anton berjanji menelpon kembali untuk konfirmasi satu atau maksimal 3 hari setelah bincang-bincang dengan staff INT, tetapi hingga hari ini, satu setengah bulan lebih, belum ada tanggapan perihal rencana seminar di Sumbar. Hal ini juga saya sampaikan lewat telepon kepada saudara Anton kemarin. Etikanya, kami mestinya diberi tahu juga, sehingga tidak terlalu berharap.
Saya menangkap nada ‘amarah’ dan kekecewaan (seperti yang disampaikan lewat telephone kemarin) yang besar pada diri saudara penulis terkait fee kami lewat artikel tersebuy. Padahal bergotong-royong belum hingga kepada keputusan akhir. Mestinya, saudara penulis nego lah dulu. Kecuali INT bersikukuh fixed dengan tariff, maka saya yang akan jewer staff kami.
Batalnya jadwal di Sumbar bagi kami itu soal biasa. Saya juga menanggapi biasa saja. Beli dan tidak dalam bisnis itu lumrah. Bagi kami, customer is a king. Kami tidak dalam kedudukan memaksa atau memarahinya manakala batal. INT sudah puluhan kali. Ratusan kali yang menjadikannya positive.
Tolok ukur jadi tidak event yang akan dihadiri INT yaitu jikalau sudah ada down payment (DP). Sebelum ada DP, kami menjadwalkan normal-normal saja. Tadi pagi saya bertanya kepada staff saya, : “Apakah Sdr. Anton sempat nego perihal fee kita?” Dijawabnya, :”Tidak mister!” Ini saya artikan, bahwa perundingan belum terjadi.
Makanya saya heran ketika mendapat isu perihal artikel yang dituliskan oleh Sdr. Anton di akun dan Blog nya. Bukan apa-apa sih. Sebagai seorang senior, saya yang banyak dikenal oleh teman-teman sebagai sosok yang suka ‘Ngritik’: organisasi profesi, Pemerintah, teman-teman sejawat, mahasiswa, sangat bahagia dengan keterbukaan. Tolong sampaikan lah unek-unek dengan cara bijak dan berikan solusi. Gunakan choice of words yang baik, sehingga yang membaca merasa enak, nyaman tanpa mengurangi maknanya, walaupun isinya bergotong-royong ‘menusuk’.
Baik di luar negeri maupun dalam negeri ini, saya selalu mengajak teman-teman untuk berani memberikan pendapat. Tetapi, tolong hati hati dengan menjaga isyarat etik. Misalnya, mengupload komunikasi pribadi, atau foto eksklusif di medsos, yang bisa terjaring UU ITE Pasal 27 Ayat (3): “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentansmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang mempunyai muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik’. Barangkali saudara penulis di atas belum paham perihal ini, karena mengupload komunikasi eksklusif saya dan beliau dengan maksud ‘penghinaan dan/ pencemaran’. Kecuali dengan seijin yang punya.
*****
Bagaimanapun ada ibrah yang bisa kita ambil dari insiden di atas. Bagi speaker/ trainer/ guest lecturer menyerupai saya, mohon hati-hati ke depan jikalau melaksanakan ‘transaksi’. Karena kesukaan EO pada anda bisa berubah total menjadi kekecewaan EO. Bukan sharing ilmu, pengalaman dan ketrampilan yang didapat, namun jumlah musuh yang bakal bertambah.
Sedangkan bagi EO, saya sarankan untuk tetap menjaga isyarat etik dengan memakai elektronik menyerupai ini. Lakukan perundingan harga sebelum final. Kalau dirasa mahal, sampaikanlah secara terbuka. Issue ini, dari sisi kami, INT, saya anggap selesai. Case Closed!
*****
Dunia keperawatan Indonesia masih banyak yang harus dibenahi. Sementara perawat di luar negeri sibuk dengan penelitian, pertukaran informasi dan kesejehtaraan yang ada pada tingkat kualitas berstandard, perawat kita masih ribet soal honor atau biaya proteksi bahan serta tetek-bengeknya. Gontok-gontokan dengan rekan sendiri.
Mari kita bangkit dunia profesi kita ini sesuai dengan kapasitas yang kita miliki. INT akan bekerja sesuai dengan visi misinya, bergerak bersama membangun bangsa lewat kualitas SMD dengan soft skills nya. Sedang anda, silahkan milih mana yang anda suka, bisa dan leluasa sesuai peminatan, melakukannya dalam membangun bangsa besar ini.
Salam dari Malang, 28 April 2016
SYAIFOEL HARDY CEO-INT
Sumber https://medianers.blogspot.com/
0 Response to "Syaifoel Hardy: Legenda Si Mata Duitan"
Posting Komentar