![]() |
Ilustrasi / Seminar berbiaya murah yang pernah diselenggarakan PPNI Bukittinggi |
Kenapa pak Jasmarizal kembali yang dicalonkan oleh 16 DPD yang hadir pada masa itu? Inilah dongeng dramatis yang penulis maksud. Sementara Pak Jasmarizal tidak ingin lagi dicalonkan, tetapi akseptor bersikeras mengusung dia kembali untuk jadi ketua PPNI Sumbar yang ketiga kalinya. Dan, pak Jas (panggilan sehari-hari) terisak-isak meneteskan air mata di mimbar pidato, untuk tidak lagi mencalonkannya, masa itu ia rekomendasikan pak Sunardi menggantikan dirinya ( Ketua PPNI Sumbar sekarang).
Terkait : Pemilihan Ketua Umum PPNI SUMBAR diringi kekecewaan dan tangisan
Mengapa 16 DPD yang hadir ngotot? Jawabnya lantaran rekam jejak dan loyalitas pak Jas terhadap anggota dan organisasi. Sejak tahun 2006 sampai 2010, ia sukses menyelenggarakan pembinaan gratis bagi anggota PPNI, bahkan akseptor mendapat uang saku. Namun, PPNI yang ia urus tidak pernah dirugikan, malahan bisa menabung selama ia memimpin sebanyak 55 juta. Yang sebelumnya kas PPNI minus. Kenapa bisa demikian? Karena kepiawaiannya menjalankan roda organisasi dan lobi politik.
Pelatihan gratis tambah uang saku ini, pernah pula penulis rasakan 2 kali selama pak Jas memimpin, yaitu pembinaan PPGD dan Gladi Posko kesehatan, pembinaan tersebut diselenggarakan PPNI kerjasama Dinas Kesehatan Propinsi Sumbar, dan pendanaanya dari Kemenkes. Selaku anak muda jolong dewasa, penulis sangat terkesan dengan kemampuan pak Jas berorganisasi dikala itu.
Masuk Era STR
Dewasa ini, Tenaga kesehatan dipusingkan oleh Surat Tanda Registrasi, terutama Perawat sebagai tenaga kesehatan terbanyak. STR ini tertuang dalam Permenkes RI Nomor 1796/MENKES/PER/VIII/2011. Tujuan STR ini lahir yaitu untuk menjamin kompetensi seluruh tenaga kesehatan, kecuali dokter, dokter diatur oleh UU Kedokteran.
Untuk mendapat STR, semenjak lahirnya Permenkes 1796 Tahun 2011 dilakukan pemutihan, lantaran sebelumnya ada SIP (Surat Izin Perawat) yang masih berlaku. Namun, tidak bagi mahasiswa keperawatan yang gres tamat, mereka dilakukan uji kompetensi, sampai dikala ini masih terdapat sejumlah masalah dalam mendapat STR. Tanpa STR mereka tidak sanggup pekerjaan di pelayanan kesehatan sebagai Perawat Profesional, lantaran STR syarat mutlak yang digariskan peraturan mentri kesehatan.
Bagi yang telah mendapat STR, wajib mengumpulkan 25 SKP, sebagai syarat untuk memperpanjang STR berikutnya yang berlaku selama 5 tahun. 25 SKP ini bisa didapatkan melalui aktivitas ilmiah, baik menulis di jurnal ilmiah, maupun melalui pendidikan dan pembinaan berkelanjutan, serta
Pelatihan gratis tambah uang saku ini, pernah pula penulis rasakan 2 kali selama pak Jas memimpin, yaitu pembinaan PPGD dan Gladi Posko kesehatan, pembinaan tersebut diselenggarakan PPNI kerjasama Dinas Kesehatan Propinsi Sumbar, dan pendanaanya dari Kemenkes. Selaku anak muda jolong dewasa, penulis sangat terkesan dengan kemampuan pak Jas berorganisasi dikala itu.
Masuk Era STR
Dewasa ini, Tenaga kesehatan dipusingkan oleh Surat Tanda Registrasi, terutama Perawat sebagai tenaga kesehatan terbanyak. STR ini tertuang dalam Permenkes RI Nomor 1796/MENKES/PER/VIII/2011. Tujuan STR ini lahir yaitu untuk menjamin kompetensi seluruh tenaga kesehatan, kecuali dokter, dokter diatur oleh UU Kedokteran.
Untuk mendapat STR, semenjak lahirnya Permenkes 1796 Tahun 2011 dilakukan pemutihan, lantaran sebelumnya ada SIP (Surat Izin Perawat) yang masih berlaku. Namun, tidak bagi mahasiswa keperawatan yang gres tamat, mereka dilakukan uji kompetensi, sampai dikala ini masih terdapat sejumlah masalah dalam mendapat STR. Tanpa STR mereka tidak sanggup pekerjaan di pelayanan kesehatan sebagai Perawat Profesional, lantaran STR syarat mutlak yang digariskan peraturan mentri kesehatan.
Bagi yang telah mendapat STR, wajib mengumpulkan 25 SKP, sebagai syarat untuk memperpanjang STR berikutnya yang berlaku selama 5 tahun. 25 SKP ini bisa didapatkan melalui aktivitas ilmiah, baik menulis di jurnal ilmiah, maupun melalui pendidikan dan pembinaan berkelanjutan, serta
melalui aktivitas bakti sosial masyarakat yang nilai SKP-nya diakui oleh organisasi profesi atau oleh tubuh yang telah terakreditasi.
Lahirnya permenkes 1796 Tahun 2011, bukan atas kehendak PPNI, juga bukan dari organisasi profesi lain, tapi dari penyelenggara pemerintah. Sebenarnya, semenjak lahirnya Undang-undang Keperawatan Tahun 2014, PPNI telah bisa keluar dari aturan Permenkes ini, namun turunan dari UU Keperawatan biar dibentuknya Konsil Keperawatan belum jua terealisasi, hal ini sedang diperjuangkan oleh pengurus PPNI pusat. Tujuan Konsil Keperawatan yaitu agar STR ini dikelola oleh Konsil Keperawatan bukan MTKI ( Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia), sebagaimana dokter, penerbitan STR-nya diatur oleh Konsil Kedokteran.
Era STR, Peluang 'Manis' Bagi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Profesi dan Event Organizer
Bak cendawan tumbuh subur setelah hujan, demikian pula hadirnya forum pembinaan dan event organizer pasca lahirnya Permenkes 1796 Tahun 2011. Sebab ajakan meningkat. Mengikuti pendidikan dan pembinaan yaitu cara gampang mendapat nilai SKP, akseptor cukup datang, isi absen, ikuti proses, dan dapatkan akta yang bernilai 1 sampai 2 SKP.
Namun kendalanya berat diongkos, lantaran aturan ekonomi berlaku, " apa bila ajakan pasar tinggi, maka harga pun melonjak naik." Pelaku bisnis pendidikan dan pembinaan ini juga manusia kesehatan, khusus Perawat, yah Perawat juga pebisnisnya.
Bagi Perawat yang PNS, untuk mendapat 25 SKP selama 5 tahun, rasanya tidak terlalu berat, bahkan mereka bisa sanggup melebihi itu. Terkait adanya, support dana dari instansi dan pemerintah kawasan tempat ia bekerja. Namun, bagaimana dengan Perawat yang bekerja di klinik kecil atau Perawat suka rela di Puskesmas atau Perawat yang berstatus honorer di Rumah Sakit negri ?
Tentunya akan terasa berat memenuhi kuota SKP ini. Sementara untuk memperpanjang STR yaitu kewajiban pribadi, bukan kewajiban instansi tempat mereka bekerja. Satu-satunya yang bisa memudahkan mereka yaitu organisasi profesi, bilamana ia terdaftar sebagai anggota PPNI.
Di banyak sekali kota/ kabupaten di Indonesia pengurus PPNI sering mengadakan seminar atau workshop, tujuannya yaitu memudahkan anggota mendapat SKP sebagai syarat memperpanjang STR. Dua kemungkinan bisa terjadi, pengurus PPNI bisa memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan eksklusif dan kemungkinan kedua menyelenggarakan aktivitas ilmiah demi profesi, ibarat halnya yang pernah dilakukan pak Jasmarizal, memudahkan anggota mendapat pembinaan gratis.
Dewasa ini, pantauan penulis, pembinaan gratis ini sangat sulit diwujudkan PPNI, lantaran tidak berminatnya sponsor kalau aktivitas pembinaan yang diselenggarakan PPNI, alasannya tidak menguntungkan bagi produk sponsor. Beda dengan yang diselenggarakan organisasi perawat khusus, ibarat IPAI atau HIPKABI misalnya, sponsor yang tiba menunjukkan aktivitas ilmiah pada mereka.
Melihat kondisi ini, penulis prihatin pada sejawat yang sulit mengikuti pendidikan dan pembinaan murah. Sebagaimana yang pernah penulis posting juga di medianers. Penulis merindukan sosok Jasmarizal lahir di kurun STR ini, yang bisa berbuat pada profesi tanpa digadang-gadang atau di puja-puji di media sosial.
Masih terjadi pro dan kontra, bahwa forum pendidikan dan pembinaan harus dihargai mahal, sebagai bentuk memberi penghargaan kepada narasumber lantaran ilmu yang ia miliki. Padahal jika, cara berpikirnya di balik, kapan orang-orang berpendidikan dan mempunyai nilai tinggi ini menghargai sejawatnya, juniornya yang tertatih-tatih ingin maju dan mendapat penghidupan layak di kesehatan. Sudah biaya kuliahnya mahal, ditambah lagi masalah STR.
Pengurus PPNI dimanapun berada, sebagai leading sektor di dunia Keperawatan, penulis minta dengan kerendahan hati, selenggarakanlah pendidikan dan pembinaan murah bagi Perawat, meskipun tidak bisa menyelenggarakannya secara gratis, lantaran kurangnya minat sponsor mendanai.
Kemudian, forum pendidikan dan pembinaan serta EO yang hanya meraup laba semata, segera warning dan pertanyakan pengakuan forum atau EO mereka demi kemajuan bersama. Jangan biarkan mereka menangguk di air keruh, mengakibatkan Perawat Komoditas 'manis' untuk mempertebal saku mereka. Sekian. (AntonWijaya)
Sumber https://medianers.blogspot.com/
Lahirnya permenkes 1796 Tahun 2011, bukan atas kehendak PPNI, juga bukan dari organisasi profesi lain, tapi dari penyelenggara pemerintah. Sebenarnya, semenjak lahirnya Undang-undang Keperawatan Tahun 2014, PPNI telah bisa keluar dari aturan Permenkes ini, namun turunan dari UU Keperawatan biar dibentuknya Konsil Keperawatan belum jua terealisasi, hal ini sedang diperjuangkan oleh pengurus PPNI pusat. Tujuan Konsil Keperawatan yaitu agar STR ini dikelola oleh Konsil Keperawatan bukan MTKI ( Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia), sebagaimana dokter, penerbitan STR-nya diatur oleh Konsil Kedokteran.
Era STR, Peluang 'Manis' Bagi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Profesi dan Event Organizer
Bak cendawan tumbuh subur setelah hujan, demikian pula hadirnya forum pembinaan dan event organizer pasca lahirnya Permenkes 1796 Tahun 2011. Sebab ajakan meningkat. Mengikuti pendidikan dan pembinaan yaitu cara gampang mendapat nilai SKP, akseptor cukup datang, isi absen, ikuti proses, dan dapatkan akta yang bernilai 1 sampai 2 SKP.
Namun kendalanya berat diongkos, lantaran aturan ekonomi berlaku, " apa bila ajakan pasar tinggi, maka harga pun melonjak naik." Pelaku bisnis pendidikan dan pembinaan ini juga manusia kesehatan, khusus Perawat, yah Perawat juga pebisnisnya.
Bagi Perawat yang PNS, untuk mendapat 25 SKP selama 5 tahun, rasanya tidak terlalu berat, bahkan mereka bisa sanggup melebihi itu. Terkait adanya, support dana dari instansi dan pemerintah kawasan tempat ia bekerja. Namun, bagaimana dengan Perawat yang bekerja di klinik kecil atau Perawat suka rela di Puskesmas atau Perawat yang berstatus honorer di Rumah Sakit negri ?
Tentunya akan terasa berat memenuhi kuota SKP ini. Sementara untuk memperpanjang STR yaitu kewajiban pribadi, bukan kewajiban instansi tempat mereka bekerja. Satu-satunya yang bisa memudahkan mereka yaitu organisasi profesi, bilamana ia terdaftar sebagai anggota PPNI.
Di banyak sekali kota/ kabupaten di Indonesia pengurus PPNI sering mengadakan seminar atau workshop, tujuannya yaitu memudahkan anggota mendapat SKP sebagai syarat memperpanjang STR. Dua kemungkinan bisa terjadi, pengurus PPNI bisa memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan eksklusif dan kemungkinan kedua menyelenggarakan aktivitas ilmiah demi profesi, ibarat halnya yang pernah dilakukan pak Jasmarizal, memudahkan anggota mendapat pembinaan gratis.
Dewasa ini, pantauan penulis, pembinaan gratis ini sangat sulit diwujudkan PPNI, lantaran tidak berminatnya sponsor kalau aktivitas pembinaan yang diselenggarakan PPNI, alasannya tidak menguntungkan bagi produk sponsor. Beda dengan yang diselenggarakan organisasi perawat khusus, ibarat IPAI atau HIPKABI misalnya, sponsor yang tiba menunjukkan aktivitas ilmiah pada mereka.
Melihat kondisi ini, penulis prihatin pada sejawat yang sulit mengikuti pendidikan dan pembinaan murah. Sebagaimana yang pernah penulis posting juga di medianers. Penulis merindukan sosok Jasmarizal lahir di kurun STR ini, yang bisa berbuat pada profesi tanpa digadang-gadang atau di puja-puji di media sosial.
Masih terjadi pro dan kontra, bahwa forum pendidikan dan pembinaan harus dihargai mahal, sebagai bentuk memberi penghargaan kepada narasumber lantaran ilmu yang ia miliki. Padahal jika, cara berpikirnya di balik, kapan orang-orang berpendidikan dan mempunyai nilai tinggi ini menghargai sejawatnya, juniornya yang tertatih-tatih ingin maju dan mendapat penghidupan layak di kesehatan. Sudah biaya kuliahnya mahal, ditambah lagi masalah STR.
Pengurus PPNI dimanapun berada, sebagai leading sektor di dunia Keperawatan, penulis minta dengan kerendahan hati, selenggarakanlah pendidikan dan pembinaan murah bagi Perawat, meskipun tidak bisa menyelenggarakannya secara gratis, lantaran kurangnya minat sponsor mendanai.
Kemudian, forum pendidikan dan pembinaan serta EO yang hanya meraup laba semata, segera warning dan pertanyakan pengakuan forum atau EO mereka demi kemajuan bersama. Jangan biarkan mereka menangguk di air keruh, mengakibatkan Perawat Komoditas 'manis' untuk mempertebal saku mereka. Sekian. (AntonWijaya)
Sumber https://medianers.blogspot.com/
0 Response to "Perawat Komoditas 'Manis' Forum Pendidikan Training Dan Eo"
Posting Komentar