Ditengah tuntutan akademik untuk dapat segera selesai sempurna waktu ataupun tuntutan jabatan fungsional untuk mengejar kenaikan pangkat akademik hingga guru besar, hadirlah Jurnal Predator yang dipandang sebagai yang kuasa penyelamat yang sesungguhnya ialah candu dalam dunia akademik.
Jurnal Predator atau sebagian kita mengenalnya Jurnal Palsu (meski bergotong-royong tidak ada istilah Jurnal Asli) ialah Jurnal yang mudah tidak melaksanakan proses editorial (editorial, review, proof reading dst). Cukup anda bayar, maka manuscript anda tidak perlu menjalani proses editorial dan dalam 1-2 bulan artikel anda sudah dimuat dalam Jurnal “berkapsul” Internasional. Jurnal Predator terperinci bentuk patologi dalam panggung akademik. Alhamdulillah DIKTI sudah mulai mengendus patologi ini dan menawarkan warning untuk tidak mengakui kredit point dari Jurnal Predator. Sayangnya prinsip ekonomi, adanya kebutuhan antara kedua belah pihak (peneliti dan penerbit), Jurnal Predator semakin eksis.
Bagaimana dengan Seminar dan Workshop Predator Tuntutan organisasi profesi kepada anggota untuk mempertahankan dan meningkatkan keilmuan dalam kemasan kewajiban 25 SKP per lima tahun ialah sebuah kebijakan yang luar biasa dan perlu dikawal. Sayangnya, kemasan 25 SKP inipun kemudian dipandang sebagai jualan menarik bagi event organizer (EO). Tidak heran kalau wall-wall group berisi usulan menghadiri Seminar dan Workshop untuk mendapat 1-2 SKP bagi peserta. Sehingga setidaknya untuk dapat mengumpulkan 25 SKP per tahun, minimal harus ikut Seminar atau Workshop setiap dua bulan. Kewajiban akumulasi 25 SKP ini, menjadi magnet yang menarik penerima hingga dari luar provinsi.
Jangan-jangan hanya fitnah Daeng
Awalnya saya hanya mengendus tanpa bukti. Tapi pernyataan pribadi dari kepolosan ketua panitia “tanpa sengaja” kepada saya sudah menjadi alat bukti yang cukup kuat:
“Peserta kami bergotong-royong ada 600 orang lebih tapi yang hadir tidak hingga 200, sisanya sertifikat akan kami kirimkan” atau kalimat menyerupai ini: “workshop sengaja kami buat setelah ISHOMA pak, jadi penerima sudah tidak banyak, alasannya kebanyakan sudah pulang sehabis ISHOMA.”
Dan semakin sistematis dengan pernyataan menyerupai ini: “saya pernah melihat hanya satu penerima yang tiba ke Makassar, dan membawa pulang puluhan sertifikat.”
Parahnya sudah menyerupai ini: “sekarang penerima tidak perlu lagi tiba ke Makassar daeng, alasannya EO sudah punya perwakilan di beberapa kabupaten untuk “menjual” sisa
Disinilah patologi dimulai
Seperti contoh Jurnal Predator, Seminar dan Workshop bermetamorfosis Predator. Tidak dapat dipungkiri, sebagian besar dari kita masih mengejar sertifikat ketimbang ilmu. Lebih menentukan menabung SKP daripada menyerap ilmu. Dari sini saya kembali mengingat kampung saya (Kanazawa) dimana penerima seminar dan workshop tidak diberi sertifikat. Meski panitia mendatangkan seorang expert dengan reputasi internasional, penerima cukup menikmati hiburan panggung akademik dengan sebotol air mineral beli sendiri-sendiri di jidouhanbaiki (mesin) tanpa mengomel alasannya tidak ada konsumsi dari panitia.
Kembali ke Indonesia, sertifikat dan ijazah dapat dibeli daeng! Ya..betul jangankan sertifikat seminar dan workshop, ijazah S3 saja dapat dibeli termasuk gelar doctor honouris causa. Tapi bagi saya itu bagi mereka (toh pertanggung balasan akan jatuh kepada kita masing-masing di padang mahsyar).
Pakta Integritas, apalagi ini?
Seminar dan Workshop predator ialah bentuk “kemungkaran akademik” yang harus segera diamputasi. Untuk itu, memotong mata rantai Seminar dan Workshop Predator, maka kembalikan ke soal integritas ke dua belah pihak (Peserta dan EO). Bagi saya, saya tidak ingin melibatkan diri ke dalam Seminar dan Workshop Predator dan untuk mengontrolnya panitia dan EO harus bertanda-tangan pakta integritas “tidak akan menawarkan sertifikat kepada penerima yang tidak hadir”.
“Itukan cuma tanda-tangan, masih dapat diakali”
Bagi saya janji ini tidak hanya mengikat saya dan EO tapi juga ikatan kepada Tuhan SWT. "Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu niscaya diminta pertanggungan jawabnya” SQ. Al-Isra’: 34
“Wah, anda tampaknya terlalu hiperbola daeng, hati-hati nanti tidak ada lagi EO mendekat!”
“Tidak, justru saya yang ingin menjauhkan diri dari EO predator bung!” Kalau pada Tuhan SWT saja berani sudah ingkar, untuk apa kita bekerja sama bung!
Mari kembali ke Jalan Lurus
Selain EO yang patologis, ada banyak dan sering bekerja sama dengan saya EO yang fisiologis. Membuat kemasan panggung akademik dengan niat yang ikhlas diatas jalan yang lurus. Saya pernah berhadapan dengan EO workshop yang pusing memutar kepala alasannya tidak ada lagi saldo membayar gaji narasumber apalagi bagi-bagi komisi ke sesama EO dan panitia. Saya kira Panggung Akademik (Seminar, Workshop , Kongress, dll) ialah sebuah majelis ilmu yang disaksikan Malaikat Rahmat dan kalau diniatkan insya Tuhan menjadi tabungan alam abadi yang tidak putus dan kebaikan bagi alam semesta ini.(Saldy Yusuf)
Sumber https://medianers.blogspot.com/
0 Response to "Seminar Dan Woekshop Predator, Catatan Dari Panggung Sandiwara Akademik"
Posting Komentar