Aksi tenang ribuan dokter indonesia tamat bulan februari 2016 yang tergabung dalam Dokter Indonesia Bersatu (DIB) melaksanakan long march dari bundaran HI ke Istana untuk menemui presiden.
Tujuan mereka melaksanakan agresi tenang yaitu mendorong reformasi JKN yang berkeadilan bagi rakyat dan tenaga kesehatan semoga pengambil kebijakan di negri ini arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan.
Terkait tuntutan Dokter Indonesia Bersatu dikala melaksanakan agresi damai, di ungkapkan oleh dr. Erta Priadi Wirawijaya, Sp.Jp di fanpages facebooknya. Begini isi tuntutan beberapa orang dokter dari banyak sekali kawasan yang ia tulis.
Terkait tuntutan Dokter Indonesia Bersatu dikala melaksanakan agresi damai, di ungkapkan oleh dr. Erta Priadi Wirawijaya, Sp.Jp di fanpages facebooknya. Begini isi tuntutan beberapa orang dokter dari banyak sekali kawasan yang ia tulis.
" Di agresi tenang kemarin aku bahwasanya berharap besar sanggup bertemu Presiden Joko Widodo, tapi alasannya yaitu dia berhalangan kami hasilnya bertemu Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan Kementrian Sekretariat Negara, Prof. Dr. H. Dadan Wildan, M.Hum.
Dihadapan dia masing-masing perwakilan kawasan mengutarakan banyak permasalahan di bidang kesehatan yang berdasarkan aku sangat mengena. Ada beberapa permasalahan di utarakan perwakilan dokter dari banyak sekali kawasan di Indonesia :
- Perwakilan dokter dari Menado mengeluhkan kini dokter dibenturkan dengan pasien alasannya yaitu terpaksa harus mensiasati rendahnya tarif Rawat Jalan (rajal) yang rendah. Ditempatnya investigasi penunjang yang sanggup dibatasi harus dibatasi dan dikerjakan di hari yang berbeda. Ini maksudnya semoga biaya investigasi sanggup ditagihkan ke BPJS kesehatan. Akibatnya pasien terpaksa harus antri berkali-kali, hari ini periksa dokter, lain waktu periksa lab, lain waktu periksa ronsen, lain waktu periksa USG. Kaprikornus sanggup dibayangkan antrian yang kemudian timbul akhir sistem menyerupai ini. Permasalahan yang sama dialami di hampir semua RS di Indonesia, termasuk di RS tempat aku bekerja.
- Perwakilan dokter dari Jakarta bekerja di RS Rujukan Nasional. Beliau mengeluhkan ada tindakan yang biayanya sekitar 200 juta, tapi BPJS hanya menanggung sebesar 40 juta, sisa kerugiannya ditanggung RS melalui prosedur subsidi silang. Karena begitu besar kerugiannya, tindakan ini harus dibatasi, sebulan maksimal 2 tindakan. Hal yang sama juga terjadi di RS PPK2, khususnya RS kelas C atau D, tapi ini untuk operasi sederhana menyerupai operasi usus buntu, operasi seksio, operasi amandel, dan lain sebagainya. Akibatnya banyak RS terpaksa membatasi operasi yang dikerjakannya dan merujuk pasien ke PPK3. Akhirnya penuhlah RS acuan tempat dia bekerja... kasian pasien-pasiennya.
- Perwakilan Dokter dari Riau mengutarakan, di wilayahnya banyak dokter kehilangan pasien alasannya yaitu banyak diantaranya beralih memakai BPJS. Jika kualitas layanan kesehatan yang diberikan di PPK1 disana bagus, mungkin hal itu tidak jadi masalah. Masalahnya ribuan akseptor BPJS dengan sengaja ditempatkan di satu Puskesmas, jauh melebihi kapasitas maksimal yang seharusnya.
Akibatnya layanan kesehatan yang diberikan jadi asal-asalan. Walau jumlah pasien di banyak puskesmas meningkat, tapi uangnya tidak hingga ke puskesmas, apalagi ke dokter. Hal ini alasannya yaitu banyak Puskesmas (dan juga RSUD) telah dijadikan sarana untuk meningkatkan pendapatan orisinil daerah. Hal yang sama terjadi di banyak daerah, tidak hanya di Riau. Sungguh miris. Perwakilan dokter dari Aceh mengeluhkan penurunan standar layanan kesehatan didaerahnya sesudah turut serta dalam JKN. Dulu di Aceh sudah ada Program Jaminan Kesehatan Aceh yang diselenggarakan pemerintah daerah, sistemnya sudah cantik katanya, mau kasih obat atau tindakan apapun kalau sanggup niscaya ditanggung. Tapi kini dia harus menyesuaikan dengan tarif InaCBGs yang ditetapkan pemerintah. Tindakan yang bahwasanya sanggup dikerjakan di RS-nya terpaksa harus dirujuk alasannya yaitu real cost-nya tidak tertutupi oleh cekaknya tarif InaCBGs. Perwakilan dokter dari Medan, seorang akademisi yang bekerja di RS PPK3 menyoroti hilangnya profesionalitas dokter di Era JKN. Dokter selalu dituntut untuk sanggup menolong orang dengan standar medis terbaik, berdasarkan temuan medis terbaru, tapi hal itu kini tidak sanggup lagi dikerjakan alasannya yaitu apa yang sanggup dikerjakan harus disuaikan dengan tarif InaCBGs. Lebih lanjut lagi, JKN juga sepertinya melupakan peranan dokter residen yang banyak bekerja di RS PPK3. Mereka yaitu penggalan penting dari JKN, namun hak-hak mereka mendapatkan honor (/insentif) yang layak, jam kerja yang manusiawi, atau bahkan jaminan kesehatan seringkali diabaikan. Perwakilan dokter dari NTT, seorang dokter bedah menyoroti rendahnya tarif InaCBGs untuk tindakan bedah yang biasa dikerjakannya. Beliau bilang, di pulau Jawa, alasannya yaitu tarif rendah pasien sanggup saja dirujuk ke PPK3. Tapi di NTT mau dirujuk kemana? Kasian pasien kalau harus dirujuk keluar pulau. Beliau dalam seharinya mengerjakan banyak operasi, tapi tarif InaCBGs untuk RS kelas C/D dikala ini tidak mencukupi biaya operasi yang harus dikeluarkan RS. Saya sudah tidak lagi melihat berapa besar honor yang didapat. Saya iklas bekerja untuk masyarakat NTT. Tapi kalau sistemnya menyerupai ini, kawasan terpencil menyerupai NTT akan selalu kekurangan dokter, dan hal itu menurutnya merupakan persoalan besar. Sebenarnya masih ada banyak gosip penting lainnya yang dikemukakan perwakilan dokter dari banyak daerah. Tapi maaf aku tidak mencatat semuanya.
Sumber https://medianers.blogspot.com/
Saya perwakilan dari Bandung, sebagai seorang hebat di bidang Jantung dan Pembuluh Darah, aku mengutarakan kacau balau-nya JKN dalam menangani penyakit jantung dan stroke, 2 penyakit penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Serangan jantung dengan sumbatan total arteri koroner (STEMI) atau stroke infark harus ditangani secepat-cepatnya sehingga jantung atau otak terhindar dari kerusakan yang menetap. Tapi obat peluruh jantung / fibrinolik Alteplase yang harganya 3,8 juta (sesuai e-katalog pemerintah), di RS kelas C/D hanya diganti BPJS sebesar 700-900 ribu melalui prosedur Top UP. Mana sanggup tarifnya mencukupi biaya perawatan pasien?? Otomatis pasien-pasien stroke dan serangan jantung di Indonesia pada kebanyakan perkara tidak pernah diberikan obat ini, jantung atau otaknya dibiarkan rusak sehingga angka kematiannya menjadi tinggi, dan bahkan dikemudian hari timbul keanehan menetap yang sanggup mengganggu kualitas hidup dan membutuhkan pengobatan yang biayanya luar biasa besar.
Sungguh terlalu kalau Menkes atau Direktur BPJS tidak mengetahui banyak sekali permasalahan ini ada, apalagi kalau mereka menganggap hal ini bukan sebuah persoalan besar yang perlu diselesaikan.
Itulah kira-kira sekelumit permasalahan JKN yang kami sampaikan melalui Kementrian Sekretariat Negara dalam agresi tenang kemarin. Semoga pak Presiden mendapatkan baik apa yang kami sampaikan.
Tulisan terkait : Mengapa Pelayanan Rumah Sakit Kerjasama BPJS Buruk?
Silahkan di-share kalau anda merasa Negara ini harus hadir mereformasi sistem JKN di Indonesia."(AW)
Sumber https://medianers.blogspot.com/
0 Response to "Ribuan Dokter Agresi Tenang Ke Istana, Ini Sekelumit Tuntutan Mereka"
Posting Komentar