Konvoi kendaraan beriring-iringan untuk menggelorakan semangat kemenangan, semuanya menjadi tumpah ruah di jalanan, orang tua, pemuda-pemudi dan bawah umur ikut merayakan.
Sepanjang jalan protokol kota Payakumbuh disesaki antrian panjang. Orang-orang yang membaur tidak ada kelihatan sedih, wajah mereka menunjukan kebahagian, mereka senang, mereka menikmati arak-arakan serta mengkumandangkan Allahu akbar.
Pertanda detik-detik kemenangan umat muslim sudah didepan mata, mereka menang melawan haus dan lapar, menang melawan binalnya nafsu syahwat, menang menjalankan ibadah sholat tarwih, tadarus dan sholat wajib lima waktu selama bulan ramadhan. Insyaallah esok pagi mereka akan sholat Idul fitri 1431 Hijriah dan jawaban sholat berjamaah mereka saling silaturahmi serta berkumpul dengan keluarga, tetangga dan orang kampung.
Dari kejauhan terdengar sayup-sayup takbiran, dinding, jendela dan atap sebagai saksi bisu yang melihat dan mendengar bunyi hati yang sedang senang dan sedih. Saya senang alasannya yakni hari kemenangan itu telah datang, telah menghampiri seluruh umat muslim. Saya menjadi duka alasannya yakni masih terpaku dan termangu diruangan yang ada hanya kursi, meja, tumpukan buku, jarum suntik, obat-obatan, stetoskop, tensimeter, sterilisator, kocker, klem, meja instrument dan formasi kawasan tidur yang tertata rapi.
Ego berkata, alangkah bahagianya saudara saya diluar sana yang sedang merayakan kemenangan, sebentar lagi mereka akan berkumpul dengan keluarganya dan menyambut hari kemenangan bersama orang-orang terdekat.
Alunan takbir itu menciptakan saya rindu untuk pulang kampung, rindu berkumpul dengan keluarga, rasanya ingin berlari kencang dan setibanya dirumah akan menyalami ayah, ibu, abang dan orang- orang kampung yang dikenal.
Lalu super ego membantah, kau dilarang meninggalkan ruangan ini, dilarang mudik atau ikut merayakan kemenangan bersama umat muslim dan kau dilarang ikut takbiran.
Seketika emosi meledak, apa salahnya merayakan kemenangan ini, saya juga ikut berpuasa dan menjalankan ibadah suci ramadhan ibarat saudara yang sedang merayakan. Saya juga ingin berkumpul dengan orang-orang tercinta dikampung.
Jiwa saya berdiskusi dengan alot, antara ego dan super ego saling berkecamuk, saya hanya dapat menatap layu dan meneteskan air mata kedalam bathin.
Lantas super ego mengingatkan, sabarlah, bukanlah kau sendirian umat muslim yang tidak dapat arak- arakan dijalan dan berkumpul dimesjid untuk merayakan kemenangan. Lihatlah, saudaramu yang terbaring lemah, yang tanganya terpasang infus, yang hidungnya di pasang selang, lihatlah guratan wajahnya,
Astagfirullah al adzim, saya tersentak dari lamunan, telah berprasangka buruk, namun pikiran itu selalu bergentayangan, selalu ingin berontak, ingin berargumentasi.
Beberapa saat, ego makin meradang, masih ingin mencari celah untuk membalas, memori memacu untuk berkonfrontasi, masih segar di ingatan bahwa saya tidak sholat idul fitri pada tahun 2008, alasannya yakni dinas malam, diruangan yang katanya steril, kawasan pasien di operasi.
Sabarlah, super ego lagi lagi membalas dengan kata sabar. Berbuat ikhlaslah itu akan baik untukmu dan orang lain. Seandainya kau lari dari tanggung jawab, itu bukanya kemenangan, tapi dikalahkan oleh hawa nafsu. Ingatlah, yang kau tolong dengan mitra perawat, penata anestesi dan dokter kebidanan di tahun 2008 yang lalu, itu yakni pasien yang benar-benar membutuhkan pertolongan. Pasien tersebut mengalami perdarahan berat alasannya yakni plasenta previa, yaitu plasenta menghambat jalan lahir sehingga pasien tersebut tidak dapat melahirkan secara normal, sementara darah segar tetap keluar lewat kemaluan alasannya yakni rahim berkontraksi dan pembukaan telah lengkap menerangkan janin ingin keluar, jikalau tidak dilaksanakan operasi pada waktu umat muslim yang akan melakukan sholat idul fitri itu maka kemungkinan besar janin dan ibu itu tidak terselamatkan alasannya yakni kehabisan darah.
Percakapan bathiniah itu menciptakan saya menarik nafas dan meresapinya dalam-dalam, tersadar, tersentak, merasa berdosa telah menyalahkan keadaan.
Ya Allah, maafkanlah hambamu yang telah dirasuki amarah, ya Tuhan ampunilah hambamu yang telah berprasangka jelek akan kebesaranmu.
Keinginan untuk menang itu harus di buang jauh- jauh, saya harus melihat kenyataan dan harus bersyukur dibanding saudara seiman yang sedang sakit. Saya yakin Tuhan dan nabi Muhammad akan senang melihat hambanya yang dapat mengendalikan hawa nafsu, bukankah hakikat dari puasa ramadhan itu untuk melatih diri dalam mengendalikan emosi dan amarah, mengapa saya harus tersungkur dengan hal kecil ini, hal yang bersifat euforia.
Gejolak yang terjadi dalam jiwa memaksa untuk bersikap tenggang rasa serta mengingatkan saya akan kata- kata seorang pejuang islam, yaitu Khalid bin Walid, bahwa "Hari ini yakni hari-hari Allah, tidak pantas kita berbangga-bangga dan berbuat durhaka. Ikhlaskan jihad dan harapkan Ridho Tuhan dengan amalmu".
Yach.. saya harus menyerah demi kiprah dan tanggung jawab, harus tetap disini, di rumah sakit. Saya harus menunda mudik untuk berkumpul dengan keluarga, tidak akan ikut arak-arakan dijalan dan harus menjaga dan merawat mereka yang sedang sakit, serta mendoakan supaya mereka diberi ketabahan dan kekuatan dalam menghadapi cobaan.
Insyaallah kami,diantaranya,saya,keluarga pasien,perawat, bidan, dokter, analis labor, petugas unit transfusi darah, petugas rontgen, petugas apotik, petugas rekam medis, supir ambulance, satpam dan seluruh petugas yang dinas malam akan ikut melakukan sholat Idul Fitri 1431 Hijriah di pelataran parkir RSUD Dr Adnaan WD Kota Payakumbuh.
Insyaallah, semuanya akan terwujud atas kebesaranmu ya Allah, amin yaa rabbal alamin.(Anton Wijaya)
Sumber https://medianers.blogspot.com/
0 Response to "Egoku Ingin Merayakan Kemenangan"
Posting Komentar