
Askep stress berat thorax, setelah pembahasan sebelumnya perihal TRAUMA THORAX ( PENUMOTHORAX / HEMATOTORAX ) mulai dari Pengertian Trauma thorax,hematothorax,Anatomi Thorax,patofisiologi pathways stress berat thorax,pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan pada stress berat thorax serta penatalaksanaan stress berat thorax dengan wsd serta cara perawatan wsd, kini bahasan kita yakni askep stress berat thorax
Askep stress berat thorax
KONSEP KEPERAWATAN stress berat thorax
A. Pengkajian keperawatan pada askep stress berat thorax yang diperlukan:Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
2. Alergi terhadap obat, masakan tertentu.
3. Pengobatan terakhir.
4. Pengalaman pembedahan.
5. Riwayat penyakit dahulu.
6. Riwayat penyakit sekarang.
7. Dan Keluhan.
B. Pemeriksaan Fisik :
1. Sistem Pernapasan :
Sesak napas
Nyeri, batuk-batuk.
Terdapat retraksi klavikula/dada.
Pengambangan paru tidak simetris.
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
Pada perkusi ditemukan Adanya bunyi sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
Pada asukultasi bunyi nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
Pekak dengan batas menyerupai garis miring/tidak jelas.
Dispnea dengan acara ataupun istirahat.
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat lantaran pernapasan dan batuk.
Takhikardia, lemah
Pucat, Hb turun /normal.
Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
4. Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan.
5. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.
6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
Kemampuan sendi terbatas.
Ada luka bekas bacokan benda tajam.
Terdapat kelemahan.
Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
7. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme.
Kelemahan.
8. Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
9. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
10. Pemeriksaan Diagnostik :
Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
Pa Co2 kadang kala menurun.
Pa O2 normal / menurun.
Saturasi O2 menurun (biasanya).
Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,
Diagnosa Keperawatan pada truma thorax :
1. Ketidakefektifan teladan pernapasan bekerjasama dengan ekpansi paru yang tidak maksimal lantaran akumulasi udara/cairan.2. Inefektif bersihan jalan napas / Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
bekerjasama dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akhir nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut bekerjasama dengan stress berat jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4. Gangguan mobilitas fisik bekerjasama dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
6. Kerusakan integritas kulit bekerjasama dengan stress berat mekanik terpasang bullow drainage.
7. Resiko terhadap abses bekerjasama dengan kawasan masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
Intevensi Keperawatan pada askep stress berat thorax ini:
1. Ketidakefektifan teladan pernapasan bekerjasama dengan perluasan paru yang tidak maksimal lantaran trauma.Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala kawasan tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan ide maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan gejala vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital sanggup terjadi sebgai akhir stress fifiologi dan nyeri atau sanggup memperlihatkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan sanggup mengurangi ansietas dan menyebarkan kepatuhan klien terhadap planning teraupetik.
d. Jelaskan pada klien perihal etiologi/faktor pelopor adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan sanggup menyebarkan kepatuhan klien terhadap planning teraupetik.
e. Pertahankan sikap tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan memakai pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami imbas fisiologi hipoksia, yang sanggup dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/
Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan perluasan paru optimum/drainase cairan.
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.
3) Observasi gelembung udara botol penempung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi memperlihatkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan perluasan paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung sanggup memperlihatkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah susukan masuknya ke kawasan drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2. Inefektif bersihan jalan napas / Bersihan Jalan Nafas tidak efektif bekerjasama dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akhir nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
Menunjukkan batuk yang efektif.
Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Klien nyaman.
Intervensi :
a. Jelaskan klien perihal kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu menyebarkan kepatuhan klien terhadap planning teraupetik.
b. Ajarkan klien perihal metode yang sempurna pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol yakni melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
1) Napas dalam dan perlahan dikala duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan perluasan paru lebih luas.
2) Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melaksanakan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
c. Auskultasi paru sebelum dan setelah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
d. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 hingga 1500 cc/hari jika tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan sanggup menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
e. Dorong atau berikan perawatan ekspresi yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene ekspresi yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah wangi mulut.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut bekerjasama dengan stress berat jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
Nyeri berkurang/ sanggup diadaptasi.
Dapat mengindentifikasi acara yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan memakai relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah memperlihatkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang sanggup menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
b. Berikan kesempatan waktu istirahat jika terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
c. Tingkatkan pengetahuan perihal : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa usang nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan sanggup membantu menyebarkan kepatuhan klien terhadap planning teraupetik.
d. Kolaborasi denmgan dokter, pertolongan analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
e. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pertolongan obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memperlihatkan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melaksanakan intervensi yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes.
Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.
Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
demikian perihal askep stress berat thorax, see you next time di askepdb.blogspot.co.id
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.
3) Observasi gelembung udara botol penempung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi memperlihatkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan perluasan paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung sanggup memperlihatkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah susukan masuknya ke kawasan drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2. Inefektif bersihan jalan napas / Bersihan Jalan Nafas tidak efektif bekerjasama dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akhir nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
Menunjukkan batuk yang efektif.
Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Klien nyaman.
Intervensi :
a. Jelaskan klien perihal kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu menyebarkan kepatuhan klien terhadap planning teraupetik.
b. Ajarkan klien perihal metode yang sempurna pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol yakni melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
1) Napas dalam dan perlahan dikala duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan perluasan paru lebih luas.
2) Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melaksanakan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
c. Auskultasi paru sebelum dan setelah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
d. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 hingga 1500 cc/hari jika tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan sanggup menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
e. Dorong atau berikan perawatan ekspresi yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene ekspresi yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah wangi mulut.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut bekerjasama dengan stress berat jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
Nyeri berkurang/ sanggup diadaptasi.
Dapat mengindentifikasi acara yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan memakai relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah memperlihatkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang sanggup menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
b. Berikan kesempatan waktu istirahat jika terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
c. Tingkatkan pengetahuan perihal : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa usang nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan sanggup membantu menyebarkan kepatuhan klien terhadap planning teraupetik.
d. Kolaborasi denmgan dokter, pertolongan analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
e. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pertolongan obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memperlihatkan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melaksanakan intervensi yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes.
Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.
Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
demikian perihal askep stress berat thorax, see you next time di askepdb.blogspot.co.id
0 Response to "Askep Stress Berat Thorax"
Posting Komentar