Awal tahun 2004, saya dan 49 orang Angkatan III Akper Pemerintah Daerah Padang Pariaman wajib menjalani praktek keperawatan jiwa di Rumah Sakit tertua di Indonesia yang terletak di Bogor.
Untuk keberangkatan, kami diberi 2 pilihan oleh pihak kampus. Pilihan pertama berangkat dengan Kapa Tabang (Pesawat) dan pilihan kedua berangkat dengan Bus carteran. Jika dengan Bus, kami juga bisa sekalian study tour ke Jakarta, Bandung dan Yogyakarta, kata Dosen pembimbing.
Setelah memperhitungkan biaya, serta memprediksi kelebihan dan kekuranganya, kami setuju berangkat dengan Bus. Celetuk kawan-kawan dikala itu, kapan lagi kita keliling pulau jawa dengan melewati lintas Sumatra? Jika naik pesawat, kita tidak bisa melihat beberapa kota besar di Indonesia.
Sekitar 3 hari perjalanan, kami hingga di RSJ Dr Marzoeki Mahdi Bogor. Sungguh perjalanan yang melelahkan. Namun, rasa lelah terobati, alasannya sambutan baik oleh pihak Rumah Sakit. Kami pribadi digiring ke Asrama.
Berdasarkan kerjasama, dosen dan mahasiwa di inapkan di Asrama selama 2 minggu, semoga berguru ilmu keperawatan jiwa sanggup maksimal. Siang untuk praktek, dibimbing oleh Perawat senior di bangsal dan malam mengerjakan kiprah berupa teori dan dibimbing oleh dosen dari kampus.
Senin pagi. Setelah melepaskan penat dikamar peristirahatan Asrama yang mirip bangsal perawatan, saya dan 49 orang sahabat bergegas mandi dan sarapan. Karena, sebelumnya telah diingatkan bahwa acara dimulai jam 07.00 wib di Aula untuk pembekalan.
Pertemuan hanya setengah jam, pembekalan selesai, kami kembali lagi ke Asrama dan jam 08.00 wib harus berada diruangan. Berdasarkan kelompok yang telah dibagi di Aula. Saya sanggup di ruang perawatan Sadewa. Nama ruang (bangsal) rawatan disana terbilang unik, mirip nama-nama dewa.
Sebelum berangkat keruangan, ada mulut cemas dari teman-teman, termasuk saya. Cemas menghadapi pasien, alasannya tidak biasa menghadapi "orang gila."
Wajah kami yang tidak mirip biasanya itu, terbaca oleh dosen pembimbing. Dan, buk Syahziar Roswita memperlihatkan kami motivasi, "Anda jangan pernah berpikir bahwa mereka yang dirawat disini orang gila. Mereka yakni gangguan jiwa. Sekali lagi, jiwanya yang terganggu. Jiwa yang terganggu dihadapi dengan jiwa yang tenang. Ibuk yakin, anda semua bisa menghadapi pasien yang butuh derma kejiwaan tersebut," katanya.
Pernyataan buk Syahziar, juga diamini oleh buk Lili, "istilah orang gila tidak ada di Keperawatan. Yakinlah Anda, akan menyenangkan praktek disini," tambah buk Lili.
Penuh percaya diri, kamipun berangkat keruangan masing-masing. Setelah berputar-putar di areal Rumah Sakit peninggalan zaman Hindia Belanda itu, kesudahannya saya menemukan juga ruangan Sadewa. Kepala ruangan sekaligus sebagai pembimbing telah menunggu, saya dan 5 orang lainya, merupakan 1 kelompok yang ditempatkan diruangan tersebut.
Selain perkenalan, kami juga di beri pengarahan. Beberapa hal yang paling saya ingat, ketika pembimbing bicara, "Anda kesini bukan untuk menertawakan prilaku pasien. Karena, mereka disini bukan untuk ditertawakan. Jika ada hal yang diluar kewajaran, anda sanggup mengarahkan mereka sesuai konsep keperawatan jiwa." Kemudian dia menambahkan, "jangan pernah memperlihatkan
Saya hanya mendengar dan melihat, tidak ada pertanyaan,tapi mengamati. Berada diruangan tersebut tidak mirip berada di Rumah Sakit. Tetapi mirip rasa dirumah yang mirip bangunan Eropa kuno, konon kabarnya bangunan tersebut berdiri semenjak 1 juli 1882.
Dalam ruangan, ada meja makan, kursinya tertata rapi. Ditengah ruangan ada bangku sofa, didepan bangku sofa ada televisi. Sisi kiri dan kanan, terdapat beberapa kamar yang bersekat, tiap kamar ada kawasan tidur, lemari dan kemudahan lainya. Arah pintu masuk, terdapat meja dan beberapa kursi, diatas meja ada beberapa file dan buku, tampaknya meja yang diatas ada buku tersebut yakni kawasan menulis bagi Perawat dan Dokter.
Di bangku sofa saya melihat ada 2 orang yang lagi duduk sambil menonton, keduanya perempuan, yang satu masih muda dan satunya lagi kelihatan tua. Di depan televisi, ada seorang cowok yang mondar-mandir.
Diluar ruangan, seorang petugas berseragam putih sedang ngobrol dengan pasien, mereka kelihatan akrab, saya tidak tau apa yang mereka bicarakan. Singkat kata, berada disitu tidak mirip berada di Rumah Sakit Jiwa.
Hari pertama mengesankan. Saya berusaha mengikuti keadaan dan sesekali senyum pada orang-orang yang ada dalam ruangan. Dihari kedua. Saya sanggup kiprah dari pembimbing untuk menegakan diagnosa keperawatan pada Tn.N selanjutnya rencana keperawatan apa yang harus saya lakukan untuk mengatasi diagnosa tersebut.
Pembimbing menegaskan, saya dan kawan-kawan tidak boleh melihat data pasien yang ada di file, tapi harus menggali pribadi ke pasien yang telah ditentukan tersebut. Seluruh tindak tanduk kami selama berinteraksi dengan pasien akan diawasi. Apabila ada yang tidak bisa dipahami, silahkan tanya pribadi pada beliau, ungkap pembimbing.
Saya sedikit gugup dengan kiprah yang diberikan, sekilas wacana latar belakang Tn.N diberi tau oleh pembimbing, bahwa Tn.N jarang keluar kamar, orangnya termasuk sulit berinteraksi dengan lingkungan. Jika saya bisa menggali data subjektif dari dia, itu sudah kemajuan besar. Lalu, saya diminta menjalankan proses keperawatan sesuai dengan konsep. Jika ada hal yang tidak penting, diluar Asuhan Keperawatan, tidak usah dilakukan.
Saya datangi kamar Tn.N, kemudian mengucapkan salam dan memperkenalkan diri, serta berusaha membangun trust (hubungan salaing percaya). Tn.N hanya menunduk dengan pandangan kosong, tidak memperlihatkan respon apa-apa. Karena, dia belum bisa mempercayai orang baru.
Wajahnya tidak ada memperlihatkan gejala perlawanan, tapi saya sangat sulit mendapat jawaban. Kurang lebih setengah jam berinteraksi denganya, tidak satupun respon yang didapatkan. Seperti, saya ajak keluar kamar, untuk menghirup udara segar di beranda depan, dia hanya diam, tidak mengangguk dan tidak menggeleng. Saya sebutkan nama sambil ingin berjabat tangan, dia tidak membalas. Intinya, dia tidak ingin ada orang lain di kamar tersebut.
Beberapa dikala kemudian, pembimbing memanggil dan menanyakan, apa yang telah anda dapatkan selama berinteraksi? saya jawab, Tn.N menarik diri, jikalau dibiarkan ia akan mengalami halusinasi, jikalau halusinasinya berkembang, kemungkinan akan berprilaku kekerasan atau mencederai diri sendiri. Saat ini, diagnosanya yakni Menarik Diri. Pembimbing hanya mengangguk, dan melanjutkan pertanyaan, apa rencana anda selanjutnya? saya jawab, membina hubungan saling percaya, saya harus rutin mengucapkan salam pada Tn.N dan berinteraksi untuk merangsang terbinanya hubungan saling percaya.
Kemudian, pembimbing memberitahukan bahwa Tn.N gres masuk Rumah Sakit kemaren, belum banyak sanggup sentuhan petugas, hal tersebut kesempatan besar bagi anda mempraktekan ilmu Keperawatan Jiwa, pungkasnya. Dan dia menyuruh, besok pagi (hari ketiga) saya harus menciptakan laporan wacana seni administrasi pelaksanaan tindakan yang akan dilakukan, kiprah tersebut ditulis di kertas double polio. ( Bersambungklik disini).
Sumber https://medianers.blogspot.com/
0 Response to "2 Ahad Di Rsj Dr Marzoeki Mahdi Bogor"
Posting Komentar