Siapa Mentri kesehatan semenjak zaman kemerdekaan hingga kini ?
Sejak Republik Indonesia merdeka, di era Soekarno, tercatat 11 orang mentri kesehatan berasal dari dokter, dan 1 orang insinyur. Kenapa insinyur? kebetulan masa itu (1948-1949) terjadi pemerintahan darurat. Sedangkan di era orde baru, zaman Soeharto, (1978- 1999) sebanyak 4 orang dokter terpilih menjadi mentri kesehatan.
Saat Abdurrahman Wahid, dan Megawati memimpin Republik Indonesia, mentri kesehatan yang ke-16, juga berasal dari profesi dokter. Sedangkan di era Kabinet Indonesia Bersatu, dibawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, mentri kesehatan sebanyak 3 orang, yaitu dokter dan satu lagi Pelaksana Tugas Mentri (PLT) juga berasal dari dokter. Sedangkan, di Kabinet Kerja masa kepemimpinan presiden Jokowi, mentri kesehatan juga dokter.
Daftar Mentri Kesehatan di Era Soekarno
Dua hari pasca Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, sempurna tanggal 19 Agustus 1945, dr.Boentaran Martoatmodjo diberi amanah oleh Soekarno menjabat Mentri Kesehatan.
Wajar, dr.Boentaran Martoatmodjo didaulat masuk kabinet presidensial. Sebab, dr.Boentaran Martoatmodjo mempunyai kedekatan emosional dengan Soekarno semasa mereka aktif di organisasi Pemuda Pergerakan Kemerdekaan Indonesia, dikenal dengan Barisan Pelopor. Organisasi tersebut di pimpim oleh Soekarno. Bukan alasannya yaitu itu saja, dr.Boentaran Martoatmodjo pada masa itu juga mempunyai kapasitas dan kualitas dari segi pendidikan untuk jadi Mentri Kesehatan.
Masa kemerdekaan, belum ada profesi kesehatan lainnya yang bisa menyaingi profesi kedokteran, apa lagi profesi Perawat. Jelas, jauh tertinggal. Literatur tidak ada yang mendokumentasikan, bahwa Perawat Indonesia pada masa itu, (1945) mempunyai pendidikan tinggi, ikut dalam pergerakan kemerdekaan, dan layak didaulat jadi mentri kesehatan, yang ada hanya Juru Rawat di Rumah Sakit. Pendidikan untuk juru rawat ini pertama kali didirikan tahun 1906 di Rumah sakit PGI Cikini.
Baca : Pertama Kali Sekolah Perawat di Dirikan di Indonesia
Sedangkan pendidikan kedokteran di bumi nusantara sudah ada semenjak kurun 18. Pribumi sanggup melanjutkan pendidikan ke STOVIA (School Tot Opleiding van Indische Artsen),artinya sama dengan Sekolah Pendidikan Dokter Hindia. STOVIA berdiri Pada 2 Januari 1849, tempat pendidikannya di RSPAD Gatot Subroto sekarang. Dahulu berada di daerah Weltevreden, Batavia. Di sekitaran daerah Gambir sekarang.
Dua bulan sehabis menjabat mentri kesehatan, terjadi perubahan sistim kabinet , dari Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Syahrir 1 (satu). Kepala pemerintahan dibawah kendali Sutan Syahrir (Perdana Mentri). Dan, masa jabatan dr.Boentaran Martoatmodjo pun berakhir. Posisi mentri kesehatan digantikan oleh dr.Darma Setiawan.
Dokter Darma Setiawan, resmi jadi mentri kesehatan 14 November 1945. Ia dipercaya oleh Sutan Syahrir menjabat mentri kesehatan 3 priode, hingga kabinet syahrir III berakhir. Berakhir pula masa jabatan dr.Darma Setiawan.
Uniknya, dari zaman kemerdekaan, era Soekarno sebanyak 11 orang mentri kesehatan berasal dari dokter, dan satu orang terdata sebagai mentri kesehatan, diluar profesi dokter. Yaitu, Ir. Mananti Sitompul. Beliau menjabat dimasa pemerintahan darurat Soekarno- Hatta. Ir. Mananti Sitompul sempat menjabat dari tanggal 19 desember 1948 hingga 13 Juli 1949. Pada masa itu, dia mempunyai jabatan rangkap. Selain mentri kesehatan, ia juga mentri pekerjaan umum.
Deretan nama mentri kesehatan lainnya di zaman Soekarno, yaitu dr.Surono, dan dr.Sutopo,pernah jadi bupati boyolali sebelum menjadi mentri kesehatan. Dokter Ferdinand Lumbantobing, lulusan STOVIA, sebelum jadi mentri kesehatan pernah jadi gubernur Sumatera Utara (1948-1951) dan, tercatat pernah sebagai mentri penerangan. Kemudian, dr.Mohammad Ali Lie Kiat Teng, aktif di Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Beliau selain mentri kesehatan juga berjasa dalam mendirikan Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin di Palembang.
Kemudian, dokter yang paling sukses jadi mentri kesehatan di zaman Soekarno yaitu dr.Johannes Leimena. Beliau dalam kurun waktu 21 tahun jadi mentri berturut-turut tanpa terputus, meskipun nama kabinet 18 kali berganti dengan kepala pemerintahan berbeda. Ia juga tercatat mempunyai jabatan pada banyak posisi. Seperti Wakil perdana mentri dan mentri sosial.
Terakhir, mentri kesehatan di ambang runtuhnya orde usang dan di sambut orde gres (1965 hingga 1978) yaitu Dokter Gerrit A. Siwabessy, asal Maluku. Ia tamatan sekolah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, dahulu berjulukan Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS), berdiri pada tahun 1913.
Pertanyaannya, Perawat atau Juru Rawat Kemana?
Pendidikan Perawat (Juru Rawat) lebih setengah kurun tertinggal dari pendidikan kedokteran di Indonesia. Sekolah kedokteran tahun 1849 telah berdiri di Batavia (Jakarta), sedangkan sekolah juru rawat gres berdiri pada tahun 1906. Pendidikan Juru Rawat sebatas penjaga orang sakit (Zieken Opaser) , tak ubahnya sebagai pembantu dokter. Dan, pada masa penjajahan Jepang. Dari tahun 1942 hingga 1945 pendidikan keperawatan mengalami masa suram, tindakan Juru Rawat di Rumah Sakit di ambil alih oleh tentara Jepang.
Setelah Indonesia memerdekan diri dari penjajahan Jepang, pendidikan keperawatan masih jalan di tempat. Sistim pendidikan masih mengadopsi gaya pendidikan juru rawat peninggalan Belanda. Belum ada teori memadai, tanpa konsep dan tidak penting analisis atau ilmiah. Yang penting Perawat/Juru Rawat mengerti dan memahami hal teknis dalam bekerja.
Pembangunan kesehatan mulai di sadari penting oleh pemerintah memasuki tahun 1950. Pendidikan tenaga keperawatan mulai sedikit sanggup perhatian, dengan di rekrutnya tamatan pendidikan umum Mulo untuk berguru 3 tahun mendapat ijazah Perawat, untuk jadi Perawat Umum, Perawat Jiwa, dan Mantri Juru Rawat.
Pada tahun yang sama juga di buka Sekolah Guru Perawat di Bandung, dan pada tahun 1952 di dirikan sekolah pengatur rawat di Rumah sakit Hasan sadikin bandung. Kemudian sekolah pengatur rawat bermetamorfosis Sekolah Perawat Kesehatan (SPK).
Sepuluh tahun kemudian (1962) gres hadir Akademi Keperawatan (Akper) pertama, di dirikan oleh Departemen Kesehatan.
Jelang berakhirnya Orde lama, Perawat gres mulai memikirkan perlunya membentuk organisasi Perawat yang berpengaruh , bersatu, membaur, dan merumuskan satu visi dan misi demi kemajuan Perawat.
Banyak organisasi-organisasi kecil berjenis perawat yang tercecer di bumi nusantara. Seperti, Perkumpulan Kaum Verpleger fster Indonesia (PKVI), Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI), Persatuan Perawat Indonesia (PPI), Ikatan Perawat Indonesia (IPI),dll, karenanya melebur menjadi satu dibawah satu organisasi induk, yakni Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada tanggal 17 Maret 1974. Dan, PPNI berhasil menyelenggarakan kongres pertama pada tanggal 15- 20 November 1976 di Komplek Angkatan Laut jalan Kwini, Jakarta Pusat. Hasil kongres, terpilihnya Oyoh Radiat, M.Sc. sebagai ketua umum, dan PPNI pun membentuk AD/ ART serta isyarat etik keperawatan.
Baca : Kenapa Harus 'Murtad' Dari Profesi Perawat ?
Berjalan pelan tapi pasti, dalam Lokakarya Perawat Nasional, merumuskan tugas dan fungsi Perawat. Perawat wajib mempunyai teori mumpuni, disertai skill memadai, harus profesional, bisa jadi peneliti, pengembang keilmuan, dan pengembang pelayanan kesehatan.
Pada tahun 1985. Melalui usaha berliku, pentolan Perawat, menyerupai Prof. Achir Yani S, Hamid, DN. Sc, dan kawan-kawan , dibantu beberapa pakar dari Konsorsium Ilmu Kesehatan dan sembilan pakar Keperawatan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) mempelopori lahirnya PSIK (Program Studi Ilmu Keperawatan) di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Keberhasilan itu, membuka kran lebih tinggi, PSIK memisahkan diri dari FKUI, dan menjadi Fakultas Ilmu Keperawatan, tepatnya, tahun 1995.
Universitas lain di banyak sekali provinsi pun berlomba-lomba membuka Program Studi Ilmu Keperawatan, bahkan ketika ini sudah menjadi Fakultas sendiri. Di Universitas Indonesia, ketika ini juga sudah ada jadwal doktoral ilmu Keperawatan. Tidak itu saja, ketika ini sudah banyak sarjana Keperawatan melanjutkan pendidikan di luar negri, seperti, Jepang, Australia dan Benua Eropa.
Baca : Strategi Dapatkan Beasiswa S2 dan S3 Keperawatan di Jepang dan Australia Baca Juga : Perjuangan Perawat Melanjutkan Studi di Belanda
Hampir lengkap harapan profesi Perawat dalam memajukan kesehatan di Indonesia. Dan, Perawat juga mempunyai peluang yang sama dengan profesi kesehatan lainnya dalam melanjutkan pendidikan. Maupun dalam mencapai karir di Kepegawaian. Negara menjamin itu, bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama.
Hanya satu pertanyaan yang tersisa, merupakan tantangan Profesi Perawat kedepannya. Apakah mungkin Perawat bisa sebagai pengambil Kebijakan, mengisi pos penting di Kesehatan, menyerupai menjadi Mentri Kesehatan?
Pertanyaan tersebut butuh waktu menjawabnya, sebagaimana tanggapan wacana perkembangan pendidikan keperawatan semenjak zaman penjajahan hingga zaman kemerdekaan. Perlahan, Perawat bisa menyetarakan pendidikannya dengan profesi lain.
Terkait peluang jadi mentri kesehatan. Tentunya Perawat bukan harus profesional dan tinggi pendidikan saja, tapi bagaimana Perawat aktif dalam bulat partai politik, sebagaimana kita ketahui, ingin jadi penguasa di negara demokrasi partai politik lah mesinnya. Apakah Perawat masa kini siap menjajali dan jadi pelopor partai politik? Jika sanggup dan mampu, maka lambat laun, pertanyaan di atas akan terjawab. Semoga.(AntonWijaya).
Referensi:
- https://id.m.wikipedia.org/wiki/Daftar_Menteri_Kesehatan_Indonesia
- http://www.inna-ppni.or.id/index.php/tentang-kami
- https://books.google.co.id/books?id=vzwTvoYEdcIC&pg=PA3&dq=kapan+sekolah+akademi+keperawatan+pertama+berdiri#v=onepage&q=kapan%20sekolah%20akademi%20keperawatan%20pertama%20berdiri&f=false
- http://ilmukeperawatkita.blogspot.com//search?q=-sekolah-perawat
- http://m.kompasiana.com/antonwijaya/nasib-lulusan-smk-kesehatan-tidak-jelas-mau-dibawa-kemana_552975c26ea83438318b45f5
0 Response to "Kok Dokter Terus, Kapan Perawat Menjadi Mentri Kesehatan?"
Posting Komentar